welcome to my blog ;)

Tuesday 22 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 4)

[Tulisan ke-4 nih, enjoy :) ]

Curse of Butterfly

Pagi itu kami bertiga berjalan-jalan ke taman dikota kami, Boston City. Aku, Alice dan Margareth. Oh ya, namaku Emily. Kurasa akulah yang paling cantik diantara mereka bertiga. Rambutku berwarna hitam berkilau, berkulit putih mulus dan mataku berwarna hitam besar. Alice cewek berambut pirang pendek sebahu, dengan poni yang hampir menutupi kedua matanya, kulitnya juga putih sama sepertiku. Sedangkan Margareth cewek berambut ikal hitam kecoklatan dan juga berkulit kecoklatan. Aku sedikit iri dengan warna kulitnya itu. Kami bertiga memang 'Trio Cantik' tapi tetap saja aku yang paling cantik. Itu sebabnya banyak lawan jenis yang melirik kearah kami ketika kami bertiga berjalan kemanapun termasuk ketika kami berkeliling ditaman ini 'Heavenly Garden'. Taman ini selalu ramai dihari libur. Banyak orang ramai-ramai menghabiskan waktunya disini. Dari membaca buku, berolah raga, bahkan ada yang hanya berduduk-duduk santai. Wajar sih, karena taman ini benar-benar indah dengan tataan yang rapi dan juga banyak pohon dan bunga disini. Tak heran taman ini bernama 'Heavenly Garden' dan menjadi 'Taman Terbaik' sedunia loh tahun lalu dan kemungkinan untuk tahun ini juga.


"Hei ada kupu-kupu bagus tuh, berwarna hitam legam. Ayo kita dekati dan lihat!" Margareth menyerukannya kepada kami. Kami bertiga memang menyukai hal yang sama, mengoleksi kupu-kupu. Diantara kami bertiga Alice lah yang mempunyai koleksi terbanyak dan aku yang paling sedikit. Tak apalah setidaknya aku tetap yang paling cantik diantara mereka bertiga dan itu penting bagiku. Ha-ha. "Kali ini kupu-kupunya milikku!" aku berseru. "Hei! aku yang melihatnya lebih dulu!". bantah Margareth. "Sudah lah, lebih baik untukku saja. Biar koleksiku tambah lengkap" Alice memotong sambil tersenyum sinis kepada kami berdua. "Alice!!" Aku dan Margareth marah. "Hahaha. Aku bercanda. Bercanda" dia tersenyum lebar. Perlu kalian ketahui kami memang sering tidak akur, terlebih dalam hal koleksi kupu-kupu ini. Tapi bertengkarnya ya cuma hal sepele saja, justru karena hal inilah persahabatan kami semakin erat. "Ya sudah kalian 'suit' ajalah. Yang menang bakalan jadi pemilik kupu-kupu itu. Gimana?"."Setuju" Aku langsung menyahut. "Ok lah, terserah". jawab Margareth lesu dengan mimik muka sedikit cemberut. Alice mulai memberikan aba-aba untuk kami. "1... 2... 3!!". "Yey! Aku menang. Aku resmi pemilik kupu-kupu itu nantinya!". Aku berseru senang. "Ah ini tidak adil!. Aku yang menemukannya duluan!" kesal Margareth padaku. "Aturan tetaplah aturan 'Mare'.." aku meledeknya. Kami memang sering meledek Margareth dengan sebutan 'Mare' dan dia sangat kesal kalau kami panggil dengan julukan itu. "Ah..! Kau mulai lagi!" dia keliatan sangat kesal, terlihat dari raut mukanya merah padam. "Hahaha.. Ok Ok.. Setelah aku mendapatkannya nanti. Kupu-kupunya akan kuberikan untukmu deh" ucapku kepada temanku yang marah itu. "Bohong!" dia menyelidik. "Serius deh, kita kan teman" aku meyakinkan. "Yeay! Terimakasih Emily". "Tak usah.Tak usah" Aku menyahut dengan nada sok.


Kamipun mendekati kupu-kupu hitam tadi yang masih setia hinggap di salah satu bunga ditaman ini. Aku jadi bingung bagaimana aku menangkapnya? peralatan untuk menangkap serangga saja tidak kami bawa. Kamikan niatnya cuma mau jalan-jalan tadinya. "Hey.. Bagaimana aku menangkapnya?" Aku bertanya kepada dua temanku. "Mana aku tau? Yang pasti kau janji akan memberikan kupu-kupu itu untukku. Aturan tetaplah aturan Emily!" Margareth melotot kearah ku. "Ta-tapi bagaimana aku mendapatkannya?"."Pokoknya kau harus dapat!" desak Margareth. Lalu aku memperhatikan Alice yang tampak diam daritadi. Dia terpaku melihat kupu-kupu hitam itu sejak kami mendekatkan diri. Jangan-jangan dia ingin menangkapnya lebih dulu daripada kami!. "Hei Alice!. Kau mau merebut kupu-kupunya ya?!" labrakku. "Ehh! enggg.. Tidak kok?!" Dia menjawab dengan sedikit terkejut. "Coba kalian perhatikan dengan benar-benar corak sayap kupu-kupu itu?" ajak Alice kepada kami. Lalu aku dan Margareth mencoba memperhatikan dengan teliti. "Hitam. Hitam pekat polos? Tidak ada corak Alice?" kataku kepada Alice. "Yeah, itu hitam polos Alice. Tidak ada corak apapun disana?" tambah Margareth. "Ahh! Apa benar?! Aku yakin aku melihat corak berbentuk...". "Sebaiknya kau memulai memakai kacamata Senin besok Alice" potong Margareth. "Ya kami berdua tidak melihat corak apapun di sayap kupu-kupu itu. Suara dua orang lebih bisa dipercaya daripada satu orang Alice" aku menjelaskan. Alicepun langsung terdiam dan tidak menaggapi perkataanku tadi.


"Sekarang aku akan coba menangkapnya dengan kedua tanganku" kataku pada mereka berdua. "Jangan!. Tentu saja sayapnya akan hancur atau bahkan dia bisa mati" ketus Margareth. Benar juga. Jujur masalah kepintaran Aku dan Alice kalah jauh dengan Margareth. Dia selalu rangking satu sejak kelas 1 sekolah dasar!!. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!!. "Terus dengan apa menangkap..." belum selesai aku bicara pada Margareth, dia terlihat terkejut dengan mulut menganga. Ternyata Alice mengusir kupu-kupu itu supaya terbang. "Apa yang kau lakukan Alice!!" aku dan Margareth serempak meneriakinya sampai-sampai pengunjung taman yang lain memperhatikan ke arah kami bertiga. Aku jadi malu dengan apa yang telah aku lakukan dengan Margareth. "Kenapa kau mengusirnya Alice?!. Kau tau kan aku ingin mengambilnya dan memberikan kepada 'Mare'!" aku memelankan suaraku. "Hei! jangan sebut lagi nama itu padaku!" protes Margareth. Tetapi reaksi Alice hanya menatap kedepan dengan tatapan kosong. "Alice...?" panggil Margareth heran. "Alice kau baik-baik saja?" akupun ikut memastikannya. Akan tetapi reaksinya sama seperti sebelumnya. Kamipun memutuskan untuk membawanya pulang kerumah. Sesampainya dirumah Alice, aku dan Margareth berpamitan dengannya. Dan bisa kalian tebak, ekspresinya sama seperti pertama kali kami menanyainya. Walaupun kami agak bingung tapi aku memutuskan untuk tidak memikirkannya. Mungkin dia kelelahan atau apalah. Aku pun berpisah dengan Margareth menuju kerumah masing-masing. Hari memang sudah agak sore. Hmm, tetap saja aku kepikiran Alice. Semoga dia baik-baik saja


Hari Senin, saatnya melakukan aktivitas seperti biasa disekolah menengahku. Aku duduk dibangku kelas 2, satu kelas dengan 2 sahabatku. Pelajaran pertama sudah dimulai namun aku tidak melihat keberadaan Alice. Tanda-tanda dia terlambatpun tidak ada, lagian tidak mungkin itu terjadi. Karena Alice adalah orang yang paling tepat waktu dalam hal apapun termasuk pergi kesekolah. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!. Aku pun melirik kearah Margareth, dia duduk dibarisan paling depan. Kulihat mimik wajahnya menunjukan kekhawatiran. Sepertinya Alice sakit aku yakin itu. Akupun memutuskan untuk menengok kerumahnya sepulang sekolah.

------------------

'Teng-teng-teng' lonceng sekolah berbunyi keras. Menandakan aktivitas belajar hari ini selesai. Aku dan Margareth segera menuju rumah Alice. Kami sudah membicarakannya saat jam istirahat tadi dan sudah meminta ijin dengan kedua orang tua kami masing-masing. Dari kejauhan kami melihat rumah Alice dikunjungi sebuah mobil Sheriff setempat. Kami pun bergegas berlari menuju rumah Alice, ingin segera tau apa yang sedang terjadi. "Ada apa ini?" Margareth langsung bertanya kepada orang-orang yang ada dirumah Alice tanpa mengucapkan salam sebelumnya. "Emily, Margareth" seru Mrs. Johanson, Ibunya Alice. "Ada masalah apa ini Mrs. Johanson?!"."Kemana Alice?!". "Kenapa dia tidak masuk sekolah hari ini?!" kami menyerang Mrs. Johanson dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dikepala kami secara bergantian. "Alice... Alice...". Mrs. Johanson lalu menangis dan kelihatan tertekan. "Dia menghilang!!". Apa!! Menghilang!! Bagaimana bisa?!. "Saat membangunkannya pagi tadi aku mengetuk pintu kamarnya sampai 3 kali, tapi tidak ada jawaban darinya. Aku memutuskan untuk membuka kamarnya". Mrs. Johanson menjelaskan seraya air mata mengucur deras kepipinya. "Alice tidak ada!!" lanjutnya. Pikiranku kalut, tidak mungkin Alice kabur dari rumah? untuk apa dia kabur. Dia anak yang patuh pada orang tuanya. Jadi kurasa tidak ada masalah dengan orang tuanya. "Untuk itu kami memanggil Sheriff, Mr. Jhon untuk melakukan investigasi. Aku takut Alice diculik seseorang!" tambah Mr. Johanson, Ayah Alice. Tak lama datang lah Mr. Jhon "Saya sudah melakukan penyidikan disekitar rumah anda tapi sampai sekarang tidak menemukan jejak apa-apa. Tapi tenang tim saya akan menyelesaikan kasus ini" terang Mr. Jhon. Kami berdua hanya tertegun bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Bagaimana Alice bisa menghilang? Apa dia memang benar-benar kabur dari rumah? untuk alasan apa?. Bahkan Sheriff beserta timnya pun butuh waktu berjam-jam lamanya untuk menyelidiki hal ini.


"Mr. Johanson. Bolehkah kami melihat ke kamar Alice" aku meminta ijin. "Barangkali kami menemukan sesuatu" Margareth menambahi. "Silahkan..." Mr. Johanson memberikan ijin kepada kami sedangkan Mrs. Johanson tampak masih sedih dan menangis terisak. Wajar kalau orang tua Alice begitu sedih dan terpukul melihat kenyataan putrinya menghilang secara tiba-tiba dari rumah. Alice merupakan putri semata wayang mereka. Sudah sewajarnya mereka merasa sangat kehilangan. Kami berdua pun bergegas menyusuri tangga menuju kamar Alice yang berada dilantai atas. Setibanya dikamar Alice, aku langsung mengatakan sesuatu ke Margareth. "Apa ini ada hubungannya dengan kupu-kupu semalam?!". Margareth tampak terkejut dan langsung menatapku. "Apa hubungannya?" dia sedikit mengejek. "Kau ingat setelah dia mengusir kupu-kupu itu. Tatapannya menjadi kosong. Begitu juga raut mukanya datar seperti terhipnotis". "Benar juga ya. Tapi apa mungkin kupu-kupu itu bisa menghipnotis seseorang untuk kabur dari rumah?!". "Mana aku tau? aku cuma mencoba ber'hipotesis" jawabku. Kami pun berkeliling kamar Alice mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi jawaban dari masalah ini.


Lalu aku terpaku dengan suatu benda berwarna hitam yang menempel di plafon kamar Alice. Bukan, bukan benda. Itu bergerak, tidak salah lagi kupu-kupu hitam!. Mungkinkah itu kupu-kupu yang ada ditaman kemarin?!. Belum sempat aku mengatakannya ke Margareth. Ternyata dia juga melihatnya. Kupu-kupu itu. Kulihat ekspresi wajah Margareth sama seperti yang ditunjukan Alice kemarin. Tatapan kosong dengan mimik muka yang datar. Oh tidak! Jangan-jangan Margareth juga!. "Haaa!! Kena kau, Hahahaha". Margareth?! ternyata dia hanya mempermainkan aku!. "Coba kau lihat wajahmu tadi. Lucu sekali melihat mimik muka ketakutanmu. Hahaha". "Mare!!!" geramku. Lucu sekali saat sedang ada masalah begini, sempat-sempatnya dia mengerjaiku!. Tak berapa lama kupu-kupu itu terbang keluar, melalui jendela kamar Alice. "Kita keluar saja!" ajakku. Margareth pun menurut sambil menyembunyikan senyum dibalik tangannya. "Apa ada sesuatu yang mungkin membuat kalian mengetahui kenapa Alice kabur?!" belum sampai kami di lantai bawah sudah ditanyai oleh Mr. Johanson. Kami hanya menggeleng tanpa mengatakan sesuatu. "Kalian pergi bersamanya kan kemarin? Apa ada sesuatu yang aneh dengan dia? Apa Kalian bertengkar?!". "Ti-tidak! kami tidak bertengkar" sahut kami serempak. "Kami tidak mengalami sesuatu apapun kemarin. Kecuali...". "Kecuali kami gagal mendapatkan kupu-kupu yang bagus kemarin dan itu membuat kita bertiga sedih!" potongku. Margareth tampak terkejut melihat kearahku. "Kenapa kau ini" bisiknya. "Percuma kita mengatakannya. Kejadian tentang kupu-kupu menghipnotisnya kan? Bahkan tadi saja, kau tidak percaya denganku. Aku sendiri masih ragu". Margareth terdiam. "Kami pamit pulang dulu Mr. dan Mrs. Johanson" ucapku. Mereka mengangguk lesu dengan sedikit tersenyum. Kulihat Mr. Jhon masih sibuk sendiri di ruang tamu. Mungkin dia sedang mengarahkan timnya untuk bekerja lebih cepat.


Setelah keluar rumah lagi-lagi. Kami melihat kupu-kupu itu terbang tepat dihadapan kami mungkin sekitar 1 meter. "Margareth lihat!" seruku. "Aku tau" jawab Margareth singkat. Sepertinya kupu-kupu itu ingin kami mengikutinya. Kami pun mengikuti kemana dia terbang. Menuju halaman belakang rumah Alice?. Dan kurasa Margareth sama bodohnya sekarang denganku karena kami berdua mengikuti seekor kupu-kupu terbang yang  bahkan mungkin tujuannya pun tidak jelas. Tak lama dihadapan kami ada pohon tua besar berdiri agak bengkok. Ada bekas ayunan disana. Aku masih ingat, waktu kami kecil, kami bertiga sering menghabiskan waktu bersama disini. Kami perhatikan kupu-kupu itu menuju pohon tersebut lalu perlahan terbang naik keatas. Kami pun mendongkakkan kepala menghadap keatas. Dan betapa terkejutnya kami!!. Aku menganga lebar tanpa bersuara, Margareth juga menampakan ekspresi yang sama denganku. Kalian tidak akan percaya dengan apa yang kami lihat.

--------------------------------

"ALICE!!!" kami berteriak serempak sambil menangis melihat apa yang sedang terjadi. Alice, Alice sudah mati. Dia tergantung menghadap kebawah diatas pohon. Kondisinya sangat mengenaskan. Satu kakinya terikat ke salah satu dahan pohon dan yang lainnya hanya terjuntai lemas ke bawah. Tangannya terkulai dan juga rambutnya. Mukanya tampak menua dengan belatung bersarang dipipi kanan kirinya. Matanya melotot keluar berwarna putih polos. Mulutnya menganga lebar sehingga lidahnya terjuntai keluar. Aku benar-benar tidak tahan melihat pemandangan ini. Perutku langsung mual, kulihat Margareth telah lebih dulu mengeluarkan isi perutnya dan masih terisak-isak menangis. "Ada apa ini?!" Mr. Jhon mendatangi kami dan juga ada Mr. dan Mrs. Johanson bersamanya. Mungkin teriakan kami sangat keras sehingga mereka dapat mendengarnya dari dalam rumah. Padahal jarak halaman belakang dengan rumah cukup jauh. Kami tidak bisa berkata-kata. Kami hanya bisa menangis. Lalu Mr. Jhon pun melihat apa yang kami lihat sebelumnya. Dia hanya membelalakan mata tidak percaya. Begitupun Mr. Johanson beda dengan Mrs. Johanson dia langsung pingsan setelah melihat apa yang terjadi dengan putri kesayangannya. "Apa-apaan ini?!" Mr. Jhon berteriak tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tentu saja siapapun akan bingung. Terlebih baru pagi ini Alice menghilang, tapi kondisinya mayatnya sudah digerogoti belatung serta wajah dan tubuhnya yang menua. "Kami akan tangani dari sini" Mr. Jhon berucap. Tak lupa kami semua terlebih dulu membantu membawa masuk Mrs. Johanson yang pingsan. Aku sangat sedih melihatnya. Semoga Mr. dan Mrs. Johanson bisa tabah dengan kejadian ini. Semoga.
Hari pun mulai malam. Aku dan Margareth segera pulang. Aku masih pusing memikirkan hal ini.
Saat makan malam Ayah, Ibu dan Kakakku menanyaiku. "Kenapa kau terlihat lesu?". "Apa kau ada masalah?". "Mungkin Trio Cantik sedang bertengkar!" gurau kakakku Helen. "Tidak. Aku tidak apa-apa" jawabku lesu. Kemudian aku teringat ucapan kakakku tentang Trio Cantik. Sekarang kami bukan Trio lagi. Tangisanku hampir meledak tapi berhasil kutahan. Akupun pergi kekamar dan mengunci pintu. Ku coba menenangkan diri dan melupakan semua kejadian yang barusan ku alami. Tak terasa akupun tertidur. Lelap sekali.


Keesokan harinya badanku terasa tak enak. Mungkin faktor kejadian kemarin yang masih membuatku shok berat. Tapi tetap kupaksakan untuk pergi kesekolah. Aku tidak mau keluargaku mengetahui kejadian kemarin, hanya belum tepat waktunya untuk mereka mengetahuinya. Setiba disekolah aku tidak melihat keberadaan Margareth. Sepertinya dia mengalami hal yang sama denganku. Ya sudahlah mungkin pulang sekolah nanti giliran Margareth yang ku kunjungi hari ini. Meskipun tubuh sama pikiranku sangat lelah. Aku harus memastikan sahabatku baik-baik saja. Tak terasa lonceng tanda pulang sekolah berbunyi. Lalu aku menuju kerumah Margareth. Tentu saja aku sudah ijin dengan kedua orang tuaku. Aku ingat Margareth ditinggal sendirian oleh orang tuanya. Orang tuanya pergi dinas keluar kota. Seminggu lagi baru pulang. Dan Kakaknya sedang ada tugas praktek di tempat kuliahnya sehingga tidur di asrama yang disediakan. "Margareth! Ini aku Emily. Tolong buka pintunya" Aku berteriak. Karena ini kesekian kalinya aku memanggilnya, tetapi tidak ada respon darinya. Aku terpaksa mengintip lewat jendela kamarnya. Kebetulan kamarnya ditepat dibagian samping rumahnya. Jadi aku bisa melihatnya kamarnya hanya dengan mengintip lewat jendela. Tindakan ilegal sih, tapi apa boleh buat. Aku bingung kenapa dia tidak merespon panggilanku. Mungkin saja dia sedang mendengarkan musik menggunakan headset. Salah satu hobinya, ya mendengarkan musik. Aku pun segera mengintipnya. Dan aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat!. Kondisi Margareth sama seperti Alice!. Bedanya dia tergantung dikamar. Kakinya tergantung sebelah, yang sebelahnya hanya terjuntai. Dia dibunuh?!. Tapi sama seperti Alice. Tubuh, mukanya menua dan di gerogoti belatung. Matanya melotot putih dengan mulut menganga dan lidah terjulur panjang. Tak berapa lama pandanganku berkunang-kunang, kemudian semuanya tampak menjadi hitam

--------------------------------

"Emily. Kau tidak apa-apa nak?" suara ayahku. "Dimana aku?!". "Kau ada dikamarmu nak" jawab ibuku. Oh, rupanya aku pingsan tadi. "Kami diberitahu oleh tetangga yang melihat kau terbaring dihalaman rumah Margareth" ayahku menjelaskan. "Margareth..!" tiba-tiba aku berteriak. "Sabar nak. Sabar. Pihak berwajib sedang memproses kejadiannya" Ayah dan Ibuku mencoba menenangkanku. Aku pun agak tenang setelah Ibuku menuntunku untuk minum segelas air. "Kami akan menghubungi Dr. Dree. Tadi sudah kami telpon cuma masih belum diangkat" kata Ayahku "Kami coba meninggalkan pesan saja tadi dan sekarang mau menceknya. Juga mencoba menelponnya kembali" tambah Ibuku. Ayah dan Ibuku pun keluar kamar, sebelum menutup pintu ibuku berpesan "Cepat sembuh sayang...". "Terimakasih Ibu" jawabku sambil tersenyum agak lesu. Akupun memejamkan mata, mengistirahatkan tubuhku membuatnya nyaman dikasurku. Entah kenapa aku ingin membuka mata, menatap langit-langit kamarku. Setelah ku membuka mata. Astaga...!


Aku tidak bisa berkata-kata. Bibirku terkunci, mataku melotot kearah apa yang sedang kulihat. Jantungku berdebar sangat keras dan cepat seperti genderang perang. Aku melihat mereka! Teman-temanku! Alice dan Emily! Kondisinya sama seperti yang kulihat terakhir dari mereka. Salah satu dari kaki mereka masing-masing tergantung di atas langit-langit kamarku. Wajahnya sama mengerikannya dengan yang kulihat sebelumnya. "Kita kan Trio Cantik. Kami tidak bisa membiarkan kamu sendiri" Alice berkata dengan lidah yang terjulur karena posisi mereka berdua sama, tergantung kebawah. Kulihat matanya bergerak kesana-kemari tidak karuan. "Ya. Ayo ikut bersama kami Emily" tambah Margareth. Aku tetap tidak bisa membuka mulutku. Bahkan mulutku tertutup sejak tadi. Hanya mataku yang terus melotot tanpa berkedip sedetik pun. "Kenapa Emily? Kenapa Kau tidak menjawab kami?". "Kau tidak mau bersama-sama kami lagi?" Mereka berbicara bergantian. "A-aku masih ingin hi-dup..." akhirnya aku bisa mengeluarkan suaraku walaupun agak parau dan terbata-bata. "Itu berarti kau tak mau bersama-sama kami lagi?" Margareth melotot ke arahku dan disitulah aku melihat pemandangan yang sangat-sangat mengerikan. Saat dia melotot, mata kirinya keluar dan mengelantung seperti bandul jam berayun-ayun dan dari mulutnya keluar belatung. Aku tak tahan karena perutku serasa ingin mengeluarkan seluruh isinya, tapi berhasil kutahan. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan menggeleng pelan. "Sayang sekali Emily. Itu artinya kami harus memaksamu ikut dengan kami" sekarang Alice berucap dengan nada memaksa dan sedikit tertawa melengking. Mereka berdua menjulurkan tangannya yang memanjang ke bawah, ke arah leherku. Aku mencoba menghindar tapi percuma. Badanku tidak bisa ku gerakkan. Aku hanya bisa pasrah, tangan-tangan mereka mulai menyentuh leherku. Tangan mereka kasar dan lembek seperti kulit manusia yang berumur ratusan tahun. Aku pun mulai dicekik dan tidak bisa bernapas. Mereka mencekik keras sekali sampai rasanya darahku mengumpul diatas kepala, mataku serasa mau keluar dari kelopaknya. "Jangaaaaaaannnnnnnn...!!!!!" aku berhasil berteriak sekuat tenaga.


"Ada apa sayang!!" suara Ibuku berteriak nyaring, mungkin terdengar sampai kedalam rumah tetangga. "Tenang nak, kau aman. Ada kami disini". Aku masih terengah-engah dengan apa yang terjadi. Mereka! Alice dan Margareth! Mereka menghilang?. Bukan-bukan menghilang tapi itu cuma khayalanku, mimpiku!. Aku terlelap sebentar dan khayalan itu membuatku sangat shok!. "Dia hanya mengalami mimpi buruk. Hal yang wajar, ini merupakan efek shok yang dia alami sebelumnya" Dr. Dree menjelaskan. Ternyata dia sudah datang kerumah kami. "Bagaimana dengan kesehatannya Dok?!" Ibukku bertanya. "Dia agak kelelahan. Faktornya sama karena shok. Istirahat akan mengembalikan kebugaran tubuhnya lagi" jelas Dr. Dree lagi dan itu cukup membuat kedua orang tuaku tenang. "Apa kau merasa agak baikan sekarang nak? Lupakan mimpi burukmu tadi" Ayahku berkata pelan dengan muka yang sangat khawatir. Tidak pernah aku melihat mimik wajah Ayahku seperti itu. Aku cuma mengangguk pelan. Ku akui aku masih shok dengan kejadian tadi walaupun cuma mimpi."Kami akan mengartar Dr. Dree dulu kedepan" kata Ibukku. "Tidak akan lama seperti tadi" tambah Ayahku "Jangan lupa banyak istirahat ya" Dr. Dree berucap sebelum dia keluar dari kamarku lalu dia pun pamit. Huh! Aku ditinggal sendirian lagi. Ini pertama kalinya seumur hidupku aku takut sendirian dikamarku!. Aku pun memejamkan mataku erat-erat lalu menyibakkan selimutku sampai keatas kepalaku. Aku benar-benar ketakutan hal tadi menjadi kenyataan!. Tapi aku mencoba memberanikan diri untuk mengintip dari balik selimutku dan... Hah.., syukurlah tidak terjadi apa-apa. Langit-langit kamarku pun normal seperti biasa, lampu hias diatas tidak tertutup sesuatu yang menakutkan apapun. Tapi aku melihat ada benda hitam kecil di pojok kamarku. Benda yang mengepak-epakkan sayapnya. Itu! Itu kupu-kupu hitam yang kemarin. Aku mulai berpikir tidak karuan, jangan-jangan memang benar kupu-kupu itu bisa menghipnotis kami? Aku mencoba mendekatkan diri, ingin melihat lebih jelas kupu-kupu itu. Semakin lama aku menatapnya, aku merasa tenang dan terkesan dengan keindahannya. Corak sayapnya sangat bagus seperti membentuk sebuah pola ukiran yang menarik. Tapi setelah lama kelamaan aku menatapnya corak tersebut berubah sedikit demi sedikit membentuk pola yang baru. Aku tidak yakin tapi coraknya membentuk jelas sebuah wajah manusia. Lalu wajah itu seperti menatapku dan senyum menyeringai kearahku. Senyum itu mengerikan sekali sampai aku tidak bisa mengendalikan tubuhku bahkan pikiranku. Aku. Aku. Aku........


----------------------------------

"Emily bagaimana keadaanmu?. Sudah lebih baik". "Sebaiknya sekarang kau minum obat penenang yang diberikan Dr. Dree tadi. Tapi sebelumnya makan sup dulu ya. Nanti akan Ibu buatkan sebentar. Ayah akan menemanimu disini". "Ya jangan khawatir lagi. Ayah akan menemanimu". "................". "Emily? Emily? Kau mendengarkan ucapan Ibu nak?!". "Emily apa kau dengar kami?! Emily!!". "Emily....!! Emily....!!". "..........................".




Epilog

"Apabila kalian melihat kupu-kupu ini pastikan jangan memperhatikannya. Tapi kalau kalian ingin bergabung bersama 'Trio Cantik'. Cukup menatap kupu-kupu itu sampai..... HHAAAAA!!!!!!!!!!".

-----------------------------------

No comments:

Post a Comment