welcome to my blog ;)

Tuesday 22 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 4)

[Tulisan ke-4 nih, enjoy :) ]

Curse of Butterfly

Pagi itu kami bertiga berjalan-jalan ke taman dikota kami, Boston City. Aku, Alice dan Margareth. Oh ya, namaku Emily. Kurasa akulah yang paling cantik diantara mereka bertiga. Rambutku berwarna hitam berkilau, berkulit putih mulus dan mataku berwarna hitam besar. Alice cewek berambut pirang pendek sebahu, dengan poni yang hampir menutupi kedua matanya, kulitnya juga putih sama sepertiku. Sedangkan Margareth cewek berambut ikal hitam kecoklatan dan juga berkulit kecoklatan. Aku sedikit iri dengan warna kulitnya itu. Kami bertiga memang 'Trio Cantik' tapi tetap saja aku yang paling cantik. Itu sebabnya banyak lawan jenis yang melirik kearah kami ketika kami bertiga berjalan kemanapun termasuk ketika kami berkeliling ditaman ini 'Heavenly Garden'. Taman ini selalu ramai dihari libur. Banyak orang ramai-ramai menghabiskan waktunya disini. Dari membaca buku, berolah raga, bahkan ada yang hanya berduduk-duduk santai. Wajar sih, karena taman ini benar-benar indah dengan tataan yang rapi dan juga banyak pohon dan bunga disini. Tak heran taman ini bernama 'Heavenly Garden' dan menjadi 'Taman Terbaik' sedunia loh tahun lalu dan kemungkinan untuk tahun ini juga.


"Hei ada kupu-kupu bagus tuh, berwarna hitam legam. Ayo kita dekati dan lihat!" Margareth menyerukannya kepada kami. Kami bertiga memang menyukai hal yang sama, mengoleksi kupu-kupu. Diantara kami bertiga Alice lah yang mempunyai koleksi terbanyak dan aku yang paling sedikit. Tak apalah setidaknya aku tetap yang paling cantik diantara mereka bertiga dan itu penting bagiku. Ha-ha. "Kali ini kupu-kupunya milikku!" aku berseru. "Hei! aku yang melihatnya lebih dulu!". bantah Margareth. "Sudah lah, lebih baik untukku saja. Biar koleksiku tambah lengkap" Alice memotong sambil tersenyum sinis kepada kami berdua. "Alice!!" Aku dan Margareth marah. "Hahaha. Aku bercanda. Bercanda" dia tersenyum lebar. Perlu kalian ketahui kami memang sering tidak akur, terlebih dalam hal koleksi kupu-kupu ini. Tapi bertengkarnya ya cuma hal sepele saja, justru karena hal inilah persahabatan kami semakin erat. "Ya sudah kalian 'suit' ajalah. Yang menang bakalan jadi pemilik kupu-kupu itu. Gimana?"."Setuju" Aku langsung menyahut. "Ok lah, terserah". jawab Margareth lesu dengan mimik muka sedikit cemberut. Alice mulai memberikan aba-aba untuk kami. "1... 2... 3!!". "Yey! Aku menang. Aku resmi pemilik kupu-kupu itu nantinya!". Aku berseru senang. "Ah ini tidak adil!. Aku yang menemukannya duluan!" kesal Margareth padaku. "Aturan tetaplah aturan 'Mare'.." aku meledeknya. Kami memang sering meledek Margareth dengan sebutan 'Mare' dan dia sangat kesal kalau kami panggil dengan julukan itu. "Ah..! Kau mulai lagi!" dia keliatan sangat kesal, terlihat dari raut mukanya merah padam. "Hahaha.. Ok Ok.. Setelah aku mendapatkannya nanti. Kupu-kupunya akan kuberikan untukmu deh" ucapku kepada temanku yang marah itu. "Bohong!" dia menyelidik. "Serius deh, kita kan teman" aku meyakinkan. "Yeay! Terimakasih Emily". "Tak usah.Tak usah" Aku menyahut dengan nada sok.


Kamipun mendekati kupu-kupu hitam tadi yang masih setia hinggap di salah satu bunga ditaman ini. Aku jadi bingung bagaimana aku menangkapnya? peralatan untuk menangkap serangga saja tidak kami bawa. Kamikan niatnya cuma mau jalan-jalan tadinya. "Hey.. Bagaimana aku menangkapnya?" Aku bertanya kepada dua temanku. "Mana aku tau? Yang pasti kau janji akan memberikan kupu-kupu itu untukku. Aturan tetaplah aturan Emily!" Margareth melotot kearah ku. "Ta-tapi bagaimana aku mendapatkannya?"."Pokoknya kau harus dapat!" desak Margareth. Lalu aku memperhatikan Alice yang tampak diam daritadi. Dia terpaku melihat kupu-kupu hitam itu sejak kami mendekatkan diri. Jangan-jangan dia ingin menangkapnya lebih dulu daripada kami!. "Hei Alice!. Kau mau merebut kupu-kupunya ya?!" labrakku. "Ehh! enggg.. Tidak kok?!" Dia menjawab dengan sedikit terkejut. "Coba kalian perhatikan dengan benar-benar corak sayap kupu-kupu itu?" ajak Alice kepada kami. Lalu aku dan Margareth mencoba memperhatikan dengan teliti. "Hitam. Hitam pekat polos? Tidak ada corak Alice?" kataku kepada Alice. "Yeah, itu hitam polos Alice. Tidak ada corak apapun disana?" tambah Margareth. "Ahh! Apa benar?! Aku yakin aku melihat corak berbentuk...". "Sebaiknya kau memulai memakai kacamata Senin besok Alice" potong Margareth. "Ya kami berdua tidak melihat corak apapun di sayap kupu-kupu itu. Suara dua orang lebih bisa dipercaya daripada satu orang Alice" aku menjelaskan. Alicepun langsung terdiam dan tidak menaggapi perkataanku tadi.


"Sekarang aku akan coba menangkapnya dengan kedua tanganku" kataku pada mereka berdua. "Jangan!. Tentu saja sayapnya akan hancur atau bahkan dia bisa mati" ketus Margareth. Benar juga. Jujur masalah kepintaran Aku dan Alice kalah jauh dengan Margareth. Dia selalu rangking satu sejak kelas 1 sekolah dasar!!. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!!. "Terus dengan apa menangkap..." belum selesai aku bicara pada Margareth, dia terlihat terkejut dengan mulut menganga. Ternyata Alice mengusir kupu-kupu itu supaya terbang. "Apa yang kau lakukan Alice!!" aku dan Margareth serempak meneriakinya sampai-sampai pengunjung taman yang lain memperhatikan ke arah kami bertiga. Aku jadi malu dengan apa yang telah aku lakukan dengan Margareth. "Kenapa kau mengusirnya Alice?!. Kau tau kan aku ingin mengambilnya dan memberikan kepada 'Mare'!" aku memelankan suaraku. "Hei! jangan sebut lagi nama itu padaku!" protes Margareth. Tetapi reaksi Alice hanya menatap kedepan dengan tatapan kosong. "Alice...?" panggil Margareth heran. "Alice kau baik-baik saja?" akupun ikut memastikannya. Akan tetapi reaksinya sama seperti sebelumnya. Kamipun memutuskan untuk membawanya pulang kerumah. Sesampainya dirumah Alice, aku dan Margareth berpamitan dengannya. Dan bisa kalian tebak, ekspresinya sama seperti pertama kali kami menanyainya. Walaupun kami agak bingung tapi aku memutuskan untuk tidak memikirkannya. Mungkin dia kelelahan atau apalah. Aku pun berpisah dengan Margareth menuju kerumah masing-masing. Hari memang sudah agak sore. Hmm, tetap saja aku kepikiran Alice. Semoga dia baik-baik saja


Hari Senin, saatnya melakukan aktivitas seperti biasa disekolah menengahku. Aku duduk dibangku kelas 2, satu kelas dengan 2 sahabatku. Pelajaran pertama sudah dimulai namun aku tidak melihat keberadaan Alice. Tanda-tanda dia terlambatpun tidak ada, lagian tidak mungkin itu terjadi. Karena Alice adalah orang yang paling tepat waktu dalam hal apapun termasuk pergi kesekolah. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!. Aku pun melirik kearah Margareth, dia duduk dibarisan paling depan. Kulihat mimik wajahnya menunjukan kekhawatiran. Sepertinya Alice sakit aku yakin itu. Akupun memutuskan untuk menengok kerumahnya sepulang sekolah.

------------------

'Teng-teng-teng' lonceng sekolah berbunyi keras. Menandakan aktivitas belajar hari ini selesai. Aku dan Margareth segera menuju rumah Alice. Kami sudah membicarakannya saat jam istirahat tadi dan sudah meminta ijin dengan kedua orang tua kami masing-masing. Dari kejauhan kami melihat rumah Alice dikunjungi sebuah mobil Sheriff setempat. Kami pun bergegas berlari menuju rumah Alice, ingin segera tau apa yang sedang terjadi. "Ada apa ini?" Margareth langsung bertanya kepada orang-orang yang ada dirumah Alice tanpa mengucapkan salam sebelumnya. "Emily, Margareth" seru Mrs. Johanson, Ibunya Alice. "Ada masalah apa ini Mrs. Johanson?!"."Kemana Alice?!". "Kenapa dia tidak masuk sekolah hari ini?!" kami menyerang Mrs. Johanson dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dikepala kami secara bergantian. "Alice... Alice...". Mrs. Johanson lalu menangis dan kelihatan tertekan. "Dia menghilang!!". Apa!! Menghilang!! Bagaimana bisa?!. "Saat membangunkannya pagi tadi aku mengetuk pintu kamarnya sampai 3 kali, tapi tidak ada jawaban darinya. Aku memutuskan untuk membuka kamarnya". Mrs. Johanson menjelaskan seraya air mata mengucur deras kepipinya. "Alice tidak ada!!" lanjutnya. Pikiranku kalut, tidak mungkin Alice kabur dari rumah? untuk apa dia kabur. Dia anak yang patuh pada orang tuanya. Jadi kurasa tidak ada masalah dengan orang tuanya. "Untuk itu kami memanggil Sheriff, Mr. Jhon untuk melakukan investigasi. Aku takut Alice diculik seseorang!" tambah Mr. Johanson, Ayah Alice. Tak lama datang lah Mr. Jhon "Saya sudah melakukan penyidikan disekitar rumah anda tapi sampai sekarang tidak menemukan jejak apa-apa. Tapi tenang tim saya akan menyelesaikan kasus ini" terang Mr. Jhon. Kami berdua hanya tertegun bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Bagaimana Alice bisa menghilang? Apa dia memang benar-benar kabur dari rumah? untuk alasan apa?. Bahkan Sheriff beserta timnya pun butuh waktu berjam-jam lamanya untuk menyelidiki hal ini.


"Mr. Johanson. Bolehkah kami melihat ke kamar Alice" aku meminta ijin. "Barangkali kami menemukan sesuatu" Margareth menambahi. "Silahkan..." Mr. Johanson memberikan ijin kepada kami sedangkan Mrs. Johanson tampak masih sedih dan menangis terisak. Wajar kalau orang tua Alice begitu sedih dan terpukul melihat kenyataan putrinya menghilang secara tiba-tiba dari rumah. Alice merupakan putri semata wayang mereka. Sudah sewajarnya mereka merasa sangat kehilangan. Kami berdua pun bergegas menyusuri tangga menuju kamar Alice yang berada dilantai atas. Setibanya dikamar Alice, aku langsung mengatakan sesuatu ke Margareth. "Apa ini ada hubungannya dengan kupu-kupu semalam?!". Margareth tampak terkejut dan langsung menatapku. "Apa hubungannya?" dia sedikit mengejek. "Kau ingat setelah dia mengusir kupu-kupu itu. Tatapannya menjadi kosong. Begitu juga raut mukanya datar seperti terhipnotis". "Benar juga ya. Tapi apa mungkin kupu-kupu itu bisa menghipnotis seseorang untuk kabur dari rumah?!". "Mana aku tau? aku cuma mencoba ber'hipotesis" jawabku. Kami pun berkeliling kamar Alice mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi jawaban dari masalah ini.


Lalu aku terpaku dengan suatu benda berwarna hitam yang menempel di plafon kamar Alice. Bukan, bukan benda. Itu bergerak, tidak salah lagi kupu-kupu hitam!. Mungkinkah itu kupu-kupu yang ada ditaman kemarin?!. Belum sempat aku mengatakannya ke Margareth. Ternyata dia juga melihatnya. Kupu-kupu itu. Kulihat ekspresi wajah Margareth sama seperti yang ditunjukan Alice kemarin. Tatapan kosong dengan mimik muka yang datar. Oh tidak! Jangan-jangan Margareth juga!. "Haaa!! Kena kau, Hahahaha". Margareth?! ternyata dia hanya mempermainkan aku!. "Coba kau lihat wajahmu tadi. Lucu sekali melihat mimik muka ketakutanmu. Hahaha". "Mare!!!" geramku. Lucu sekali saat sedang ada masalah begini, sempat-sempatnya dia mengerjaiku!. Tak berapa lama kupu-kupu itu terbang keluar, melalui jendela kamar Alice. "Kita keluar saja!" ajakku. Margareth pun menurut sambil menyembunyikan senyum dibalik tangannya. "Apa ada sesuatu yang mungkin membuat kalian mengetahui kenapa Alice kabur?!" belum sampai kami di lantai bawah sudah ditanyai oleh Mr. Johanson. Kami hanya menggeleng tanpa mengatakan sesuatu. "Kalian pergi bersamanya kan kemarin? Apa ada sesuatu yang aneh dengan dia? Apa Kalian bertengkar?!". "Ti-tidak! kami tidak bertengkar" sahut kami serempak. "Kami tidak mengalami sesuatu apapun kemarin. Kecuali...". "Kecuali kami gagal mendapatkan kupu-kupu yang bagus kemarin dan itu membuat kita bertiga sedih!" potongku. Margareth tampak terkejut melihat kearahku. "Kenapa kau ini" bisiknya. "Percuma kita mengatakannya. Kejadian tentang kupu-kupu menghipnotisnya kan? Bahkan tadi saja, kau tidak percaya denganku. Aku sendiri masih ragu". Margareth terdiam. "Kami pamit pulang dulu Mr. dan Mrs. Johanson" ucapku. Mereka mengangguk lesu dengan sedikit tersenyum. Kulihat Mr. Jhon masih sibuk sendiri di ruang tamu. Mungkin dia sedang mengarahkan timnya untuk bekerja lebih cepat.


Setelah keluar rumah lagi-lagi. Kami melihat kupu-kupu itu terbang tepat dihadapan kami mungkin sekitar 1 meter. "Margareth lihat!" seruku. "Aku tau" jawab Margareth singkat. Sepertinya kupu-kupu itu ingin kami mengikutinya. Kami pun mengikuti kemana dia terbang. Menuju halaman belakang rumah Alice?. Dan kurasa Margareth sama bodohnya sekarang denganku karena kami berdua mengikuti seekor kupu-kupu terbang yang  bahkan mungkin tujuannya pun tidak jelas. Tak lama dihadapan kami ada pohon tua besar berdiri agak bengkok. Ada bekas ayunan disana. Aku masih ingat, waktu kami kecil, kami bertiga sering menghabiskan waktu bersama disini. Kami perhatikan kupu-kupu itu menuju pohon tersebut lalu perlahan terbang naik keatas. Kami pun mendongkakkan kepala menghadap keatas. Dan betapa terkejutnya kami!!. Aku menganga lebar tanpa bersuara, Margareth juga menampakan ekspresi yang sama denganku. Kalian tidak akan percaya dengan apa yang kami lihat.

--------------------------------

"ALICE!!!" kami berteriak serempak sambil menangis melihat apa yang sedang terjadi. Alice, Alice sudah mati. Dia tergantung menghadap kebawah diatas pohon. Kondisinya sangat mengenaskan. Satu kakinya terikat ke salah satu dahan pohon dan yang lainnya hanya terjuntai lemas ke bawah. Tangannya terkulai dan juga rambutnya. Mukanya tampak menua dengan belatung bersarang dipipi kanan kirinya. Matanya melotot keluar berwarna putih polos. Mulutnya menganga lebar sehingga lidahnya terjuntai keluar. Aku benar-benar tidak tahan melihat pemandangan ini. Perutku langsung mual, kulihat Margareth telah lebih dulu mengeluarkan isi perutnya dan masih terisak-isak menangis. "Ada apa ini?!" Mr. Jhon mendatangi kami dan juga ada Mr. dan Mrs. Johanson bersamanya. Mungkin teriakan kami sangat keras sehingga mereka dapat mendengarnya dari dalam rumah. Padahal jarak halaman belakang dengan rumah cukup jauh. Kami tidak bisa berkata-kata. Kami hanya bisa menangis. Lalu Mr. Jhon pun melihat apa yang kami lihat sebelumnya. Dia hanya membelalakan mata tidak percaya. Begitupun Mr. Johanson beda dengan Mrs. Johanson dia langsung pingsan setelah melihat apa yang terjadi dengan putri kesayangannya. "Apa-apaan ini?!" Mr. Jhon berteriak tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tentu saja siapapun akan bingung. Terlebih baru pagi ini Alice menghilang, tapi kondisinya mayatnya sudah digerogoti belatung serta wajah dan tubuhnya yang menua. "Kami akan tangani dari sini" Mr. Jhon berucap. Tak lupa kami semua terlebih dulu membantu membawa masuk Mrs. Johanson yang pingsan. Aku sangat sedih melihatnya. Semoga Mr. dan Mrs. Johanson bisa tabah dengan kejadian ini. Semoga.
Hari pun mulai malam. Aku dan Margareth segera pulang. Aku masih pusing memikirkan hal ini.
Saat makan malam Ayah, Ibu dan Kakakku menanyaiku. "Kenapa kau terlihat lesu?". "Apa kau ada masalah?". "Mungkin Trio Cantik sedang bertengkar!" gurau kakakku Helen. "Tidak. Aku tidak apa-apa" jawabku lesu. Kemudian aku teringat ucapan kakakku tentang Trio Cantik. Sekarang kami bukan Trio lagi. Tangisanku hampir meledak tapi berhasil kutahan. Akupun pergi kekamar dan mengunci pintu. Ku coba menenangkan diri dan melupakan semua kejadian yang barusan ku alami. Tak terasa akupun tertidur. Lelap sekali.


Keesokan harinya badanku terasa tak enak. Mungkin faktor kejadian kemarin yang masih membuatku shok berat. Tapi tetap kupaksakan untuk pergi kesekolah. Aku tidak mau keluargaku mengetahui kejadian kemarin, hanya belum tepat waktunya untuk mereka mengetahuinya. Setiba disekolah aku tidak melihat keberadaan Margareth. Sepertinya dia mengalami hal yang sama denganku. Ya sudahlah mungkin pulang sekolah nanti giliran Margareth yang ku kunjungi hari ini. Meskipun tubuh sama pikiranku sangat lelah. Aku harus memastikan sahabatku baik-baik saja. Tak terasa lonceng tanda pulang sekolah berbunyi. Lalu aku menuju kerumah Margareth. Tentu saja aku sudah ijin dengan kedua orang tuaku. Aku ingat Margareth ditinggal sendirian oleh orang tuanya. Orang tuanya pergi dinas keluar kota. Seminggu lagi baru pulang. Dan Kakaknya sedang ada tugas praktek di tempat kuliahnya sehingga tidur di asrama yang disediakan. "Margareth! Ini aku Emily. Tolong buka pintunya" Aku berteriak. Karena ini kesekian kalinya aku memanggilnya, tetapi tidak ada respon darinya. Aku terpaksa mengintip lewat jendela kamarnya. Kebetulan kamarnya ditepat dibagian samping rumahnya. Jadi aku bisa melihatnya kamarnya hanya dengan mengintip lewat jendela. Tindakan ilegal sih, tapi apa boleh buat. Aku bingung kenapa dia tidak merespon panggilanku. Mungkin saja dia sedang mendengarkan musik menggunakan headset. Salah satu hobinya, ya mendengarkan musik. Aku pun segera mengintipnya. Dan aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat!. Kondisi Margareth sama seperti Alice!. Bedanya dia tergantung dikamar. Kakinya tergantung sebelah, yang sebelahnya hanya terjuntai. Dia dibunuh?!. Tapi sama seperti Alice. Tubuh, mukanya menua dan di gerogoti belatung. Matanya melotot putih dengan mulut menganga dan lidah terjulur panjang. Tak berapa lama pandanganku berkunang-kunang, kemudian semuanya tampak menjadi hitam

--------------------------------

"Emily. Kau tidak apa-apa nak?" suara ayahku. "Dimana aku?!". "Kau ada dikamarmu nak" jawab ibuku. Oh, rupanya aku pingsan tadi. "Kami diberitahu oleh tetangga yang melihat kau terbaring dihalaman rumah Margareth" ayahku menjelaskan. "Margareth..!" tiba-tiba aku berteriak. "Sabar nak. Sabar. Pihak berwajib sedang memproses kejadiannya" Ayah dan Ibuku mencoba menenangkanku. Aku pun agak tenang setelah Ibuku menuntunku untuk minum segelas air. "Kami akan menghubungi Dr. Dree. Tadi sudah kami telpon cuma masih belum diangkat" kata Ayahku "Kami coba meninggalkan pesan saja tadi dan sekarang mau menceknya. Juga mencoba menelponnya kembali" tambah Ibuku. Ayah dan Ibuku pun keluar kamar, sebelum menutup pintu ibuku berpesan "Cepat sembuh sayang...". "Terimakasih Ibu" jawabku sambil tersenyum agak lesu. Akupun memejamkan mata, mengistirahatkan tubuhku membuatnya nyaman dikasurku. Entah kenapa aku ingin membuka mata, menatap langit-langit kamarku. Setelah ku membuka mata. Astaga...!


Aku tidak bisa berkata-kata. Bibirku terkunci, mataku melotot kearah apa yang sedang kulihat. Jantungku berdebar sangat keras dan cepat seperti genderang perang. Aku melihat mereka! Teman-temanku! Alice dan Emily! Kondisinya sama seperti yang kulihat terakhir dari mereka. Salah satu dari kaki mereka masing-masing tergantung di atas langit-langit kamarku. Wajahnya sama mengerikannya dengan yang kulihat sebelumnya. "Kita kan Trio Cantik. Kami tidak bisa membiarkan kamu sendiri" Alice berkata dengan lidah yang terjulur karena posisi mereka berdua sama, tergantung kebawah. Kulihat matanya bergerak kesana-kemari tidak karuan. "Ya. Ayo ikut bersama kami Emily" tambah Margareth. Aku tetap tidak bisa membuka mulutku. Bahkan mulutku tertutup sejak tadi. Hanya mataku yang terus melotot tanpa berkedip sedetik pun. "Kenapa Emily? Kenapa Kau tidak menjawab kami?". "Kau tidak mau bersama-sama kami lagi?" Mereka berbicara bergantian. "A-aku masih ingin hi-dup..." akhirnya aku bisa mengeluarkan suaraku walaupun agak parau dan terbata-bata. "Itu berarti kau tak mau bersama-sama kami lagi?" Margareth melotot ke arahku dan disitulah aku melihat pemandangan yang sangat-sangat mengerikan. Saat dia melotot, mata kirinya keluar dan mengelantung seperti bandul jam berayun-ayun dan dari mulutnya keluar belatung. Aku tak tahan karena perutku serasa ingin mengeluarkan seluruh isinya, tapi berhasil kutahan. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan menggeleng pelan. "Sayang sekali Emily. Itu artinya kami harus memaksamu ikut dengan kami" sekarang Alice berucap dengan nada memaksa dan sedikit tertawa melengking. Mereka berdua menjulurkan tangannya yang memanjang ke bawah, ke arah leherku. Aku mencoba menghindar tapi percuma. Badanku tidak bisa ku gerakkan. Aku hanya bisa pasrah, tangan-tangan mereka mulai menyentuh leherku. Tangan mereka kasar dan lembek seperti kulit manusia yang berumur ratusan tahun. Aku pun mulai dicekik dan tidak bisa bernapas. Mereka mencekik keras sekali sampai rasanya darahku mengumpul diatas kepala, mataku serasa mau keluar dari kelopaknya. "Jangaaaaaaannnnnnnn...!!!!!" aku berhasil berteriak sekuat tenaga.


"Ada apa sayang!!" suara Ibuku berteriak nyaring, mungkin terdengar sampai kedalam rumah tetangga. "Tenang nak, kau aman. Ada kami disini". Aku masih terengah-engah dengan apa yang terjadi. Mereka! Alice dan Margareth! Mereka menghilang?. Bukan-bukan menghilang tapi itu cuma khayalanku, mimpiku!. Aku terlelap sebentar dan khayalan itu membuatku sangat shok!. "Dia hanya mengalami mimpi buruk. Hal yang wajar, ini merupakan efek shok yang dia alami sebelumnya" Dr. Dree menjelaskan. Ternyata dia sudah datang kerumah kami. "Bagaimana dengan kesehatannya Dok?!" Ibukku bertanya. "Dia agak kelelahan. Faktornya sama karena shok. Istirahat akan mengembalikan kebugaran tubuhnya lagi" jelas Dr. Dree lagi dan itu cukup membuat kedua orang tuaku tenang. "Apa kau merasa agak baikan sekarang nak? Lupakan mimpi burukmu tadi" Ayahku berkata pelan dengan muka yang sangat khawatir. Tidak pernah aku melihat mimik wajah Ayahku seperti itu. Aku cuma mengangguk pelan. Ku akui aku masih shok dengan kejadian tadi walaupun cuma mimpi."Kami akan mengartar Dr. Dree dulu kedepan" kata Ibukku. "Tidak akan lama seperti tadi" tambah Ayahku "Jangan lupa banyak istirahat ya" Dr. Dree berucap sebelum dia keluar dari kamarku lalu dia pun pamit. Huh! Aku ditinggal sendirian lagi. Ini pertama kalinya seumur hidupku aku takut sendirian dikamarku!. Aku pun memejamkan mataku erat-erat lalu menyibakkan selimutku sampai keatas kepalaku. Aku benar-benar ketakutan hal tadi menjadi kenyataan!. Tapi aku mencoba memberanikan diri untuk mengintip dari balik selimutku dan... Hah.., syukurlah tidak terjadi apa-apa. Langit-langit kamarku pun normal seperti biasa, lampu hias diatas tidak tertutup sesuatu yang menakutkan apapun. Tapi aku melihat ada benda hitam kecil di pojok kamarku. Benda yang mengepak-epakkan sayapnya. Itu! Itu kupu-kupu hitam yang kemarin. Aku mulai berpikir tidak karuan, jangan-jangan memang benar kupu-kupu itu bisa menghipnotis kami? Aku mencoba mendekatkan diri, ingin melihat lebih jelas kupu-kupu itu. Semakin lama aku menatapnya, aku merasa tenang dan terkesan dengan keindahannya. Corak sayapnya sangat bagus seperti membentuk sebuah pola ukiran yang menarik. Tapi setelah lama kelamaan aku menatapnya corak tersebut berubah sedikit demi sedikit membentuk pola yang baru. Aku tidak yakin tapi coraknya membentuk jelas sebuah wajah manusia. Lalu wajah itu seperti menatapku dan senyum menyeringai kearahku. Senyum itu mengerikan sekali sampai aku tidak bisa mengendalikan tubuhku bahkan pikiranku. Aku. Aku. Aku........


----------------------------------

"Emily bagaimana keadaanmu?. Sudah lebih baik". "Sebaiknya sekarang kau minum obat penenang yang diberikan Dr. Dree tadi. Tapi sebelumnya makan sup dulu ya. Nanti akan Ibu buatkan sebentar. Ayah akan menemanimu disini". "Ya jangan khawatir lagi. Ayah akan menemanimu". "................". "Emily? Emily? Kau mendengarkan ucapan Ibu nak?!". "Emily apa kau dengar kami?! Emily!!". "Emily....!! Emily....!!". "..........................".




Epilog

"Apabila kalian melihat kupu-kupu ini pastikan jangan memperhatikannya. Tapi kalau kalian ingin bergabung bersama 'Trio Cantik'. Cukup menatap kupu-kupu itu sampai..... HHAAAAA!!!!!!!!!!".

-----------------------------------

Friday 11 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 3)

Jangan Matikan Lampu Kamarmu

Ingin tau kenapa aku tak mau lagi mematikan lampu kamarku sebelum tidur sampai sekarang? Apa?! Kau masih mematikan lampu kamarmu saat kau tidur?! Kalau aku jadi kau, akan kuhentikan kebiasaan itu.

Namaku Andrew Hamsten. Aku memang sudah terbiasa dari kecil tidur dengan lampu dimatikan. Alasannya tidur disaat lampu kamar menyala dapat merusak jaringan otakmu, itu yang kudengar dari penjelasan orang tuaku. Dan sekarang aku tidak pernah, tak akan pernah lagi mematikan lampu kamarku!. Sejak aku masih duduk dikelas 4 sekolah dasar dimana aku menemukan kejadian yang tak akan bisa kulupakan. Bahkan waktu aku bercerita sekarang, masih jelas dalam ingatanku betapa mengerikannya malam itu.

Gerimis membasahi Sandalas City malam ini. Aku bisa mendengar rintikannya diatas genting rumahku. Cuaca berubah menjadi dingin dan semakin membuat tidur lebih nyaman pada umumnya. Tapi aneh tidak seperti biasanya, malam ini aku malah tidak bisa tidur lelap. Mungkin karena tidur siangku yang lama sekali sebelumnya, sehingga tidurku malam ini pun tak nyeyak. Jam digital-ku menunjukan pukul 12 tepat dini hari saat itu, dimana aku mendengar sesuatu dijendela kamarku. Seperti ada yang mencakar pelan dengan kuku yang bunyinya berdecit walaupun samar-samar aku mendengarnya karena sedikit terhalang oleh bunyi gerimis. Aku memejamkan mataku dengan paksa dan mencoba tidak menghiraukan bunyi itu, tapi tidak bisa!!. Aku mulai merasa takut apalagi dengan kondisi kamarku yang gelap, hanya lampu jam digital-ku yang memancarkan sedikit sinar berwarna hijau. Lampu tidurku juga sedang rusak dan aku lupa minta belikan yang baru kepada Ayahku siang tadi. Ya, gara-gara tidur siangku yang lama dan pulas. Ingin sekali rasanya menyalakan lampu kamar, tapi saklar lampunya ada di dekat pojok kamar, jauh dari jangkauanku dan aku terlalu takut untuk meninggalkan tempat tidurku.

Akupun dengan reflek menarik selimutku sampai menutupi kepala, karena 'bunyi' itu semakin keras dan terdengar jelas. Tak berapa lama akhirnya aku mencoba memberanikan diri. Kusibakkan selimutku dan memutuskan untuk menyalakan lampu kamarku. Tapi bisa kau bayangkan apa yang kulihat setelah itu?!! Suatu hal yang seharusnya tidak mungkin bisa melihat 'sesuatu' dengan sangat jelas dikegelapan dengan mata normal kita bukan?? tapi aku melihat mereka!! Jelas sekali!!. Ada seorang nenek-nenek tua dengan rambut tergerai acak-acakan berwarna keabu-abuan yang duduk dipojok kasurku. Dipojok kamarku, tepat disamping lemari. Ada seorang wanita dengan rambut panjang hitam menutupi mukanya dengan memakai 'Long Dress' putih ala putri bangsawan dengan noda bercak-bercak darah. Disebelah kiriku ada seorang pria yang kepalanya tampak hampir putus jatuh dibahu kanannya dan dia membawa kapak yang sudah karatan ditenggerkan di bahu kirinya. Yang terakhir aku melihat anak kecil yang mungkin sebaya denganku saat itu. Dia berwajah putih pucat menilik dibalik jendela kamarku, mungkin dialah yang menciptakan bunyi cakaran tadi.
Mereka semua sama melihat kearahku dengan mata yang menyeramkan. Pupil mata mereka hanya setitik berwarna hitam dan mereka semua tersenyum menyeringai kearahku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku seketika itu juga terasa beku. Untuk menangispun aku tak bisa. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Lalu setiap dari mereka mendatangi dan berkumpul kearahku. Mereka mengucapkan sesuatu secara serempak "Selamat malam... Andrew". Lalu mereka tertawa melengking satu sama lain sembari tetap menatap tajam dan menyeringai kearahku dengan terus mendekat.

-------------------------------------------

Hari sudah pagi dan aku merasa suhu tubuhku mendadak naik drastis. Orang tuaku membuat surat ijin untuk tidak masuk kesekolah hari ini dan membawaku pergi berobat. Hampir dua minggu baru aku sembuh dan bisa sedikit mengatasi traumaku malam itu. Aku sudah membicarakannya kepada orang tuaku tentang kejadian di malam itu. Tapi seperti biasa, orang tua tidak akan mempercayai omongan bocah 8 tahun. Mereka menganggap itu cuma khayalanku dan sakitku dikarenakan aku kelelahan. Dr. Morgan pun memvonis aku kelelahan dan memang perlu istirahat total waktu itu. Aku memang tergolong aktif disekolah berbagai macam 'ekstra kulikuler' aku ikuti. Tapi aku yakin sakitku karena aku shok dengan kejadian malam itu!. Tapi sejak saat itu aku sudah membuat kesepakatan dengan orang tuaku untuk tidak mematikan lampu kamarku lagi ketika aku tidur. Aku tidak mau kejadian itu terulang lagi. Mungkin kemarin 'mereka' hanya sekedar 'Say, Hello' kepadaku. Tapi aku tidak yakin apa yang terjadi untuk selanjutnya jika aku mematikan lampu kamarku lagi.

-------------------------------------------

Beberapa waktu kemudian aku tidak menyangka ternyata aku sudah mulai bisa melupakan kejadian 'malam' itu. Aku jadi terpengaruh dengan perkataan orangtua ku, mungkin kemarin hanya imajinasiku, khayalanku!. Akhirnya aku mencoba mematikan lampu kamarku lagi sebelum pergi tidur, karena memang lebih nyenyak tidur dalam keadaan gelap. Lalu tak berapa lama aku mendengar bisikan dengan nada menyeramkan "Saatnya mati... Andrew!!".

-------------------------------------------

Itulah kenapa aku tidak mau mematikan lampu kamarku lagi saat aku pergi tidur. Bagaimana denganmu? Hmm, kau masih melakukannya? Masih?! Baiklah kalau begitu cukup 5 detik pejamkan kedua matamu lalu buka kembali dan kau akan melihat "Kami" :)

-END-

By: W

Monday 7 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 2)

Hide, Hide, Hide & Seek


(Eaaa tulisan gw yang kedua nih, Happy Reading :D )

Namaku James. Umurku 8 tahun dan tentu saja masih duduk dibangku sekolah dasar. Aku termasuk yang paling kecil di antara teman-teman komplek perumahanku, maksudku bukan umur saja. Tapi juga dalam hal tinggi dan 'isi' badan. Tubuhku kecil dan kurus dengan rambut pendek keriting. Warna kulitku putih kemerah-merahan. Aku si Raja 'Tak Terlihat'. Mau tau kenapa aku mendapatkan julukan itu? Tepatnya sih aku sendiri yang buat. He-he. Karena semua temanku sangat iri padaku. Aku paling jago dalam permainan Hide & Seek (Petak Umpet). Dalam persentase 99,99% aku belum pernah di temukan. Hanya sekali aku di 'temukan', lebih tepatnya aku menyerahkan diri karena teman-temanku hampir pulang kerumah masing-masing karena tidak pernah dapat menemukan tempat persembunyianku. Ha-ha-ha.


"Ayo James kita bermain Hide & Seek lagi. Untuk kali ini ku pastikan persentase-mu turun!" Andy mengajakku bersama Larry, Mandy, Anna dan Helton. Diantara kami berenam Helton lah paling tua dan tinggi. Kurus tinggi, kulit putih dan berambut pirang. Andy berbadan gemuk juga berkulit putih juga selalu memakai topi 'New York Yunkiess' berwarna merah. Larry sama kurusnya dengan ku tapi lebih tinggi 5cm mungkin, rambutnya lurus berwarna coklat. Sedangkan Mandy dan Anna mereka gadis kembar. Rambutnya sama pirang, poninya menutupi alisnya. Untuk membedakan mereka lihat dari bajunya. Mandy selalu menggunakan baju yang didominasi warna Pink sedangkan Anna warna kuning. "Apa kalian yakin?" aku menjawab santai. Aku sedang berduduk santai di depan rumahku sambil menggambar kartun kesukaanku. Aku juga jago menggambar.


"Tentu saja!" jawab Helton yakin. "Kali ini kita bermain dihalamanku!" ajak Larry. Kami paling sering main di tempat Mandy dan Anna. Karena halamannya sangat luas. Hampir seperti luas lapangan bola dengan ditumbuhi pepohonan rindang. Maklum orang tua mereka yang paling kaya di antara kami berenam. "Ok lah, tapi aku menyelesaikan gambaranku dulu" jawabku seraya masih mengoret-oret buku gambar ditanganku. 'Sret!'. "Hei!! kembalikan, Mandy!!" aku berseru keras kepada Mandy. Dia merebut paksa buku gambarku. "Akan ku kembalikan kalau kami tidak dapat menemukanmu lagi kali ini" jelasnya. "Kalian bersekongkol ya. Hah! akui sajalah. Aku memang si Raja yang 'Tak Terlihat'!". "Akan kami akui kalo kali ini kami memang menyerah untuk menemukanmu" jawab Anna. "Ya sudah! Ayo kita main!" aku menjawab dengan ketus karena masih kesal karena gambaranku masih belum selesai.


Hari sudah sore malah hampir mendekati malam. Tapi kami tetap bermain Hide & Seek. Kami sebelumnya sudah ijin dengan orang tua masing-masing dan juga kami mendapatkan ijin itu. Lagipula rumah Larry tergolong rumah yang aman. Pagar kayu rumahnya tinggi halamannya juga hampir sama dengan punya Mandy dan Anna. Hanya lebih kecil sedikit. "Kalian siap?" Aku mengejek. Mereka berlima tampak cemberut marah menghadap kearahku. Haha! aku hanya tertawa kecil. Kami mulai mengundi siapa yang jaga. Ternyata Helton yang jaga. Ini kesempatanku untuk pulang cepat dan mengambil buku gambarku. Karena pasti mereka tidak dapat menemukanku. "Bersiap!! 1... 2... 3... 4" Helton mulai menghitung sampai 20. Kami semua mulai bersembunyi di tempat 'strategis' masing-masing. Aku mulai mencari tempat persembunyianku yang tak akan mungkin bisa ditemukan oleh teman-temanku. Aku lari menuju halaman belakang rumah Larry. Aku melihat ada sedikit celah di pagar kayu bagian belakang rumah Larry. Aku memang sedikit curang karena peraturannya hanya di halaman dalam rumah. Tapi sekarang aku bersembunyi di hutan belakang rumah Larry. Karena tubuhku yang kurus dan kecil, mudah sekali aku melewati sela pagar itu. Lalu aku mendengar suara Helton "20!! Siap atau tidak siap kalian akan kutemukan!! Terutama kau James!!" dia berseru. Hah! dalam hatiku sampai ngompol juga tidak bakalan bisa menemukanku. Ha-ha. Aku Mulai bersembunyi di semak-semak. Lalu ada yang menyulut perhatianku di dalam hutan itu. Kondisi sekarang sudah mulai gelap karena sudah memasuki malam hari. Tapi ada suatu cahaya redup didalam hutan sana. Tetapi lama kelamaan aku memperhatikan cahaya itu membentuk sesosok seperti orang!!. Seorang wanita berbaju putih dengan rambut tergerai panjang menutupi mukanya. Tak sampai sedetik dia sudah muncul dihadapanku! dengan menampakan wajahnya yang menyeramkan. Matanya berwarna hitam seutuhnya serta mengeluarkan darah. Bibirnya juga berwarna hitam. Dia tersenyum menyeringai sambil menatap kearahku!. Rasanya aku ingin menangis berteriak tapi tidak bisa. Tidak bisa bergerak!, semua tubuhku kaku tak bisa bergerak!. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan tubuhku. Sampai rasanya sakit sekali. Setelah aku terus mencoba untuk mengerakan tubuhku. Akhirnya bisa juga bergerak, aku langsung lari secepat yang aku bisa. Tak peduli muka sampai badanku tergores ranting - dahan pohon yang lumayan tajam. Aku tak peduli lagi aku harus pergi menjauh dari hantu itu. Hantu yang sangat mengerikan itu!. Kurasa aku sudah menjauh darinya sekarang, tapi hei! kenapa aku tidak melihat pagar rumah Larry? Tidak!. Sepertinya aku tersesat!!. Tidak!! malam hari begini aku tersesat!! Di dalam hutan!! Seorang diri!!. Aku pun menangis sejadi-jadinya sampai terisak-isak. Aku mencoba terus berjalan untuk menemukan jalan raya atau apalah yang menuju kedunia luar. Sampai akhirnya aku kelelahan dan memutuskan untuk istirahat duduk sebentar. Disini sangat gelap sekali bahkan tanganku sendiri tak bisa kulihat. Tak terasa aku mengantuk lalu tertidur.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku merasa ada sesuatu yang membuat tubuhku hangat tapi agak lengket. Kuraba-raba lenganku seperti ada lendir yang menempel di tubuhku. Memang lendir! tapi lendir apa ini?! baunya pun amis. Jangan-jangan lintah menempel ditubuhku!. Tapi kuraba lenganku tidak ada apa-apa sampai aku menyentuh sesuatu. Seperti tangan dengan jari-jari panjang. Oh tidak! aku baru sadar ternyata aku dipeluk oleh sesuatu. Dipeluk oleh! baru aku mau menebak seketika ada yang membisikan sesuatu ditelinga kiriku "Jangan lari kemana-mana. Aku akan merawatmu seperti anakku sendiri. Hihihihihihi" dia berbisik dan langsung tertawa terkekeh-kekeh dengan suara keras dan melengking!. Akupun merasa tubuhku lemas dan aku yakin aku pingsan setelah itu.

Aku terbangun. Mataku sakit terkena paparan sinar matahari siang. Hari sudah siang?!. Aku tidak ingat kenapa aku bisa tidur didalam hutan? Ku kesampingkan kebingunganku. Lalu cepat-cepat aku bangkit dan berjalan lurus kedepan. Aku melihat ada pagar besi dihadapanku, pagar belakang rumah seseorang, rumah Larry?!. Tapi ada yang aneh sekarang. Perasaan pagar rumah Larry kayu tapi ini berpagar besi. Untuk apa aku tidur di dalam hutan dibelakang rumah Larry? Perasaan aku tidak punya riwayat 'Sleep Walking'?. Segera saja aku masuk kedalam pagar. Untung saja tubuhku muat menembusnya. Ini memang rumah Larry, tidak salah lagi. Lalu aku lari ke halaman depan rumah. Aku bertemu kakek-kakek yang asing bagiku. Dia sedang duduk santai didepan rumah Larry, sendirian. Bukan Kakek Larry karena dia sudah meninggal. Jadi siapa itu?. Aku mendekatinya dengan heran. "James!!!. Apakah itu kau James!!!" dia berteriak seperti orang gila. Matanya melotot, aku langsung kabur melihat reaksi kakek itu. Aku takut dia akan menyakitiku! "James!! aku menemukanmu James!! Kau bukan si 'Raja Tak Terlihat' lagi sekarang!!. HAHAHA" dia berseru dari kejauhan dibelakangku, hanya samar-samar aku mendengar dia berkata. Aku menengok kebelakang. Dia berusaha mengejarku!!. Tidak!!.

Langsung saja aku berlari secepat mungkin menjauh dari kakek aneh itu, mungkin kakek gila. Kurasa aku sudah lumayan jauh meninggalkan kakek aneh dan suaranya pun tidak terdengar lagi sekarang, mungkin dia kecapaian mengejarku. Haaah! Aku mulai lega. Aku pun tiba dirumahku. Seperti biasa disiang hari pintu depan terbuka lebar. Aku langsung masuk dan betapa terkejutnya aku!!. Ada banyak orang diruang tamu sedang bercengkrama satu sama lain, tapi tidak ada satu orang pun yang ku kenal!! Ya tidak ada!! Padahal aku yakin ini rumahku. Aku hapal betul jalannya. Tidak mungkin aku salah rumah. Tapi setelah kulihat benar-benar peralatan rumah berbeda dengan di rumahku. Bahkan sofa dan meja ruang tamu juga bukan sofa-meja kesayangan Ibuku. Sepertinya aku memang salah rumah. "Maaf sepertinya saya salah rumah" aku meminta maaf. Lalu aku berbalik, belum sempat aku melangkah salah seorang didalam berseru kaget "James!!! Kau kah itu?!! Kemana saja kau selama ini!! Kau bahkan tidak berubah sama sekali sejak terakhir kau menghilang!!". Hah!! Aku terkejut dalam hati. Apakah aku salah dengar? Apakah tidur didalam hutan tadi membuat pendengaranku menurun drastis. Tiba-tiba aku mendengar suara tangisan meraung. Orang yang memanggilku tadi, dia menangis tersedu-sedu. Seorang bapak mungkin seumuran Ayahku "James ini aku James!! Nico adikmu!!". Hah!! aku sangat shok mendengarnya!! "Tidak mungkin!! Ini tidak mungkin!!" aku berucap dengan nada bergetar. "Aku juga tidak percaya. Ini seperti hal yang sangat mustahil!! Tapi ini kenyataannya!! Ini benar kau kan James?!". Tidak mungkin Nico adikku yang dulu 3 tahun muda dariku sudah menua menjadi seumuran Ayah kami?!!. "Mereka semua keluargaku James. Istriku, anak-anakku, dan juga ada mertuaku disana beserta keluarga lainnya". Aku terduduk lesu didepan pintu rumah. Kepalaku pusing memikirkan hal ini. "Mana Ayah? Mana Ibu?" tiba-tiba pertanyaan itu yang muncul dikepalaku. "Ayah meniggal 5 tahun yang lalu, sedangkan Ibu menyusul 2 tahun yang lalu" dengan nada sedih Nico mengatakannya, dia masih terisak waktu mengatakan itu. Kulihat orang-orang dibelakangnya yaitu keluarganya tadi hanya bengong melihat kami berdua. Bahkan aku sendiri tidak tau harus apa?. "Aku senang melihatmu kembali James. Apapun keadaanmu sekarang kau pasti kuterima. Bagaimanapun kau tetap kakakku James" dia berucap kembali. "Ayah ada apa ini?!" kulihat perempuan sebayanya mendatangi dan menepuk pundaknya, kurasa itu istrinya. "Nanti akan kujelaskan" jawab Nico. Lalu Nico menuntunku masuk kedalam rumah. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, pikiranku sungguh kalut. Disaat kami melewati ruang tamu dimana keluarga Nico berkumpul, disitu aku melihat ada seorang wanita berpakaian putih dipojok ruangan tepat dibelakang keluarga Nico duduk. Rambutnya tergerai panjang menutupi mukanya karena dia sedang menunduk. Setelah aku melewati ruang itu dia mendongkakkan kepalanya menghadapku dan memberikan senyum menyeringai yang sangat mengerikan kearahku. Ya, itu "dia".

by: W

Cara Menghilangkan Spamware/Malware Browser esurf.biz tanpa Tools pada Chrome

tampilan "malware" browser esurf.biz


[Liat gambar diatas ada beberapa ikon medsos kan tuh, tapi jangan sekali-kali klik tu ikon, karena menurut searching gw di Mbah Google, akun medsos kita bisa dibajak oleh Pihak-pihak tertentu melalu esurf.biz ini]

Jadi gini tadi pagi pas gw buka browser (disini gw make Chrome), kaget juga kenapa home gw yang biasanya si "Mbah Google" malah "henshin" (berubah) jadi Homepage dengan link esurf.biz, udah gw ganti-ganti settingnya, On Start Up, Homepage, tetep aja si esurf.biz yang nongol pas Start Up.

Dalam hati gw udah gak salah lagi ini salah satu malware, bener aja gw search info tentang si esurf ini emang malware. Cuman gw gak dapet solusi yang stepnya secara manual, stepnya pada disuruh make tools ini lah, itu lah. Gw gak mau sembarangan install Tools, yang ada nambah malware baru lagi entar.

Sempet bingung sih mo ngapain, mo di Inul (Install Ulang) sayang ama browser history gw (IYKWIM :D ) yaudah gw cari sendiri solusinya dan ------- "Jegerrr" ternyata simple doang buang ni spam taik tanpa pake tools :D

Gini nih gw sharing cara ala gw:

  1. Buka folder Google > Chrome
  2. nah di folder Chrome ini file exe jadi ada 2 (gw kurang tau sih, emang asalnya ada 2 atau cuman 1) yang jelas yang (1) Chrome.exe (2) old_chrome.exe 
  3. pas gw exe yang old_chrome.exe ternyata itu ngebuka file Chrome gw dengan settingan gw sebelumnya 
  4. Jadi gw copy aja tu old_chrome trus gw timpa ke Chrome.exe,3. nah 
  5. Done, malware atau we nyebutkan spamware esurf.biz ini lenyap nyap nyap, heehhee. 

NB: Untuk pengguna Firefox, lu coba cek ke folder Mozilla Firefox.bak, lu perhatiin ada 2 exe Firefox lagi gak disitu, kalo iya. Cek yang mana yang asli trus timpa atau hapus aja yang palsu :)

Sekian sharing gw hari ini, semoga bermanfaat buat pals-pals sekalian. Caoooo.

By: W

(Boleh copas, asalkan tetep kasih link gw ya ;D )

Saturday 5 December 2015

[Desain Chara]

Desain Chara buat Own Komik gw kedepannya. Gimana menurut pals - pals sekalian :D
Jeff Phantom Night by W

My Own Goosebumps (vol. 1)

Aku Masih Bermimpi, Ya Kan?

(Postingan Pertama!!! - Sebelumnya gw cuman mo ngasih tau kalo gua suka banget ama buku "Goosebumps" anak 90 pada tau pasti, hehe, Ya karangan Suhu R.L. Stine, plot twistnya itu lho yang buat gw ngfans ama "Goosebumps". Cuman gak semua gw sempet bacanya :"( - Ntar di kesempatan berikutnya gw sharing e-book "Goosebumps" dari koleksi yang gw dapet deh. Dari situlah gw tertarik bikin tuisan dengan gaya Suhu R.L. Stine, walaupun masih sangat jauh gaya tulisan gw, cuman semoga ada yang suka, hehe. Happy Reading :D )

=======================================================================

Namaku Alex. Umurku 11 tahun sekolah kelas 1 SMP. Aku seorang pemain Baseball Pro lho disekolahku. Dan aku sangat terkenal. Malam ini, tubuhku sangat lelah, tentu saja itu karena efek jadwal latihan rutin dengan klub Baseball-ku disekolah menengah Northingham.
Sebelum menuju ''Dream Land'', seperti biasa aku selalu... SELALU!!! membersihkan dan melap tongkat, glove, helm-ku. Kebiasaan ini dimulai... ya sejak aku menyukai Baseball, tepatnya kelas 4 sekolah dasar.
Tak lama setelah melakukan 'kebiasaan' rutin tadi, mataku pun mulai di hinggapi rasa kantuk yang luar biasa. Kumatikan lampu kamarku dan tanpa basa basi lagi dunia mimpi pun ku datangi.
Belum sampai benar-benar mata ini terlelap. Aku dibangunkan oleh suara berdehem seseorang, suaranya berat tetapi terdengar pelan. Itu pun sudah cukup membangunkan tidurku karena telinga 'kelelawar' yang ku punya ini. Entah anugerah atau bencana memiliki pendengaran di atas rata-rata ini. Yang pasti setidaknya aku tidak seperti tetanggaku si Nyonya Brendy yang kalau di panggil, mungkin seribu kali panggilan baru beliau melengok... Haha.


Kembali ke suara yang membuatku terbangun. Aku pun mulai memicingkan mataku, membiasakannya beradaptasi dalam kegelapan kamarku, dan berusaha menemukan dimana suara itu berasal. Aku yakin suara itu bukan suara Ayahku ataupun Kakak-ku Michael si Raja Jahil, aku kenal suara mereka walaupun mereka hanya mengatakan 'A' atau 'U' masih ingat 'keahlian'-ku tadi kan?
Tak lama terdengar lagi suara itu ''echem!''. Tapi kali ini suaranya tidak terdengar berat seperti yang pertama, yang ini suaranya lebih kecil. Aku pun segera menyalakan lampu kamarku. Dan kau bisa tebak apa yang kulihat dihadapanku?


Tongkat , Glove dan Helm Baseball-ku melayang!! benar-benar melayang di udara!! tepat dihadapanku dan mereka menatapku tajam dengan tatapan marah. Ya mereka punya mata, mata merah menyala seakan ingin membakarku hidup-hidup nantinya. Lidahku kaku seperti batu, perutku mual seperti ada es kecil yang berputar-putar didalamnya. Mataku tak henti menatap barang-barang kesayanganku yang juga lebih dulu menatapku penuh amarah.
Setelah beberapa waktu akhirnya aku bisa mengendalikan seluruh tubuhku, pikiran termasuk lidahku. ''Ke ke napa kalian menatapku seperti it tu?''. Aku terbata-bata. ''Aa apakah a da masalah?''. ''Hei!! kalian hidup!!''. ''Ya kami memang hidup!! bahkan selama ini kami hidup!! tapi kau tak menyadarinya!!'' Helm-ku menjawab pertanyaan dari kejadian yang paling tak masuk akal malam hari ini. Aneh memang kedengarannya tapi itulah kenyataan-nya!!!.


''Apa kau tidak sadar bagaimana rasanya dimainkan oleh mu!!'' Tongkat Baseball-ku menimpali. Sebenarnya setelah apa yang terjadi aku merasa bukan pemilik mereka lagi. ''Rasanya sakit!! SAKIT!!'' Glove juga angkat bicara. ''Ta ta tapi, aku memainkan kalian sesuai dengan fungsinya, tidak ada yang salah dengan itu semua!!'' aku mencoba membela. ''Itu memang benar. Tapi karena kamu terlalu 'Pro' dalam bermain, sehingga kamu hanya memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan betapa sakitnya menjadi alat-mu!!'' serang Tongkat.
Pro? aku berpikir dalam hati. Aku sadar sekarang dengan apa yang membuat mereka marah. Karena aku pemain yang sangat kikuk. Ya, sangat kikuk, beberapa kali Tongkatku melayang mengenai helm teman setim-ku, bahkan pernah membentur tiang stadion karena ke 'Pro' an ku melemparkannya. Yeah, tongkat seharusnya sebagai pemukul bukan dilempar, dan tak luput juga Glove yang sering terseret ditanah karena aku selalu jatuh saat lari sprint serta helm ku yang hampir setiap permainan terkena 'bola liar'.
''Aku mengakuinya, aku memang kikuk dalam bermain Baseball. Tapi aku menyukainya! Aku menyukai kalian! buktinya aku selalu membersihkan kalian setiap sebelum ku pergi tidur!''. ''Buat kami itu TIDAK CUKUP!!'' mereka menjawab serempak. Aku rasa aku sudah gila karena berbicara dengan peralatan Baseball-ku sendiri. Aku mengalah dan memang aku yang salah ''Maafkan aku, aku memang salah''. ''Apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku?''. ''Aku ingin tanganmu!!'' tanggap Glove. ''Aku ingin kakimu!!'' Tongkat berucap. ''Dan aku ingin kepalamu!!'' Helm mengakhiri. Aku hanya menatap mereka dengan mulut menganga lebar membentuk angka 0. ''Kalian bercanda kan?'' aku menjawab ''Tentu saja aku memerlukan mereka untuk hidupku!''. ''Karena kami ingin kau MATI!!'' mereka berseru serempak.


Aku sudah tak bisa berpikir apa-apa lagi. Berteriak untuk minta tolong pun aku tak sanggup. Aku sangat bingung dengan apa yang terjadi tapi... Hei!!! mereka cuma peralatan, aku mungkin bisa melawan. Pertama-tama aku harus menjauh lari dari mereka ke ruang utama, menemukan alat untuk menghajar mereka, setidaknya keributan mungkin akan membangunkan  seisi rumah dan bisa membantuku menghajar mereka!.
Belum selesai ku berhayal dengan rencanaku Glove menangkap lenganku dan 'Bukkk!!'.''Aaaaa!!!'' aku berteriak serasa tenggorokanku keluar. Kakiku!! kakiku!! dipukul sampai patah oleh Tongkat. Dan anehnya tak ada satu suarapun dari penghuni rumah yang berteriak bertanya kenapa aku mengeluarkan erangan keras dimalam hari. Ayah, Ibu dan juga Michael, seperti mereka pingsan atau apalah.
Aku pun berusaha sekuat tenaga bergerak menuju pintu dengan satu kaki kiriku patah, tetapi Glove tetap memegang erat lenganku. Oh tidak! sepertinya dia akan meremukan lenganku juga. 'Kraaakk!!' benar saja lengan kananku langsung terkulai lemas, rasanya tidak dapat dibayangkan. Bahkan untuk menangis pun tak ada suara yang keluar dari mulutku rasanya seperti tertahan diujung tenggorokan. Aku tidak menyangka mereka sekuat ini. Tapi aku tetap menuju pintu kamarku secepat yang ku bisa. 'Takk' tangan kiriku berhasil meraih ganggang pintu, segera ku memutarnya untuk membuka tapi... 'Srekk!' sesuatu menempel memaksa di atas kepalaku.
Helm!! Helm Baseballku!! dia memasangkan dirinya ke kepalaku. Sambil berbisik perlahan dia mulai memutar arah 180°. Habislah aku! dalam hatiku berkata. Terdengar bisikan dengan suara berat, persis seperti suara berdehem pertama yang kudengar sebelumnya. ''Selamat tidur, Alex...''.


''Tidaaaaaaaakkkkk!!!'' aku berteriak sekuat tenaga. Dan 'bleess' betapa kagetnya aku. Itu semua hanya mimpi! Ya hanya mimpi!. Napasku terengah-engah seperti dipompa oleh mesin Titanic. Keringat mengucur deras seperti air terjun Niagara. Ohh!! aku lelah sekali, mimpi itu terasa sangat nyata. Aku bergegas memegang kaki-tanganku. Semua masih utuh. Tak ada luka sedikitpun. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu kamarku terkunci 'klak!'. Aku segera menyalakan lampu kamarku. Tubuhku yang tadi mulai segar. Mendadak serasa tak bertulang setelah aku melihat Tongkat, Glove, dan Helm Baseball-ku tidak ada ditempat penyimpanannya masing-masing. Akupun tersandar di samping kasurku. Sambil memejamkan mata dan tersenyum simpul seraya berkata ''Ini masih mimpi, ha-ha''. Tak lama ada sesuatu yang mendekati telinga kananku, berbisik dengan suara berat yang tak asing lagi ditelingaku ''Selamat tidur... Alex''. 'Srekk!'

By: W