welcome to my blog ;)

Thursday 3 March 2016

My Own Goosbumps (Vol. 5)

Sup reader, tulisan ke-lima gua nih, haha. Enjoy

===============================================================

Bloody House

Namaku Darren. Darren Mc'Larren, cukup aneh ya namaku. Banyak yang mengejekku karena nama aneh itu. Terutama disekolahan. Aku berumur 12 tahun, sudah duduk dikelas satu SMP. Aku lelaki dengan perawakan kurus tinggi, rambut ikal, kulitku putih pucat dan mataku berwarna biru. Menurutku wajahku agak tampan.Benar lo?.
Keluarga ku pindahan dari Andesh City. Alasan kami pindah dari sana karena dari awal tahun kemarin suhu disana meningkat panas sekali, sekitar 36° C menurut perhitunganku.  Aku ahli dalam pelajaran fisika lo! jadi aku bisa memperkirakan suhu disana. Selalu mendapat nilai tinggi di mata pelajaran itu membuatku cukup bangga, walaupun mata pelajaran yang lain nilai ku pas-pas'an. He-he.
Sekarang kami tinggal di Hampton City. Ini kota yang kami cari. Cuacanya seperti musim dingin, suhunya dingin sekitar 17° C, Hei!! masih meragukan hitunganku?!. Aku tidak masalah dengan perihal kami pindah ke kota baru ini. Karena ini bukan pertama atau kedua kalinya aku berbaur dengan sekolah baru, tetangga baru, lingkungan baru bahkan toilet baru. Haa!.

Hari ini ku habiskan membantu Ayah dan Ibuku membereskan dan mengatur barang-barang sesuai tempat di rumah 'baru' kami. Keesokan harinya, kebetulan masih satu minggu sebelum kembali ke aktivitas sekolah karena libur. Dipagi yang cerah. Aku mencoba bersosialisasi, berkunjung ke rumah tetangga terdekat. Ku lihat ada dua anak laki-laki sedang bermain 'Frisbee' (Permainan lempar-tangkap piringan) di pekarangan rumah mereka yang cukup luas. Yang satu mungkin sebaya denganku, perawakannya sama denganku tetapi rambutnya lurus dan matanya berwarna hitam dan satunya lagi agak gemuk, terlihat pendek, sepertinya itu adiknya karena muka keduanya hampir mirip. Bukan kembar. Mungkin perbedaan umur mereka sekitar 5 tahun. ''Hai!! boleh aku bergabung?'' aku memulai pembicaraan. ''Wah tetangga baru?!'' anak yang sebaya denganku melengok dan menjawab sapaan ku tadi. ''Namaku Josh dan ini adikku Steven''. Steven memberiku sebuah senyuman yang lebar, yang membuatku agak lucu melihatnya. Karena satu gigi seri depannya ompong. Ha-ha.''Ayo sini, kau boleh gabung dengan kami'' Josh mengajakku. ''Siapa namamu?''. ''Darren'' jawabku. ''Sejak kapan kau pindah disini? Yang mana rumahmu?''.''Kau sekolah dimana?''.''wow... wow... wow... satu-satu kawan'' aku sedikit terkejut. Antusias sekali mereka. Apa selalu begini sikap mereka kalo bertemu dengan orang asing?. Entahlah.


''Kemarin". "Rumahku tepat melewati dua rumah sebelum rumah kalian''. ''Bekas rumahnya Mr. James'' Josh memberitahuku. ''Orang yang sangat galak melebihi anjing penjaganya'' Steven menimpali seraya senyum lebarnya yang tak kunjung hilang sejak pertama aku menyapa mereka.''Segalak itu kah? Untung dia sudah tidak ada ya? tapi sekarang dia digantikan oleh keluarga 'Vampir' yang baru pindah!!'' aku berkata seraya mengeluarkan gigi bagian atasku. Kami bertigapun tertawa terbahak-bahak. Kurasa mereka anak yang mengasyikkan.


Tak terasa hari menjelang sore. Bermain dengan mereka seharian benar-benar tidak membosankan. Bukan saja bermain 'Frisbee' tapi kami juga bermain Basket dan tentu saja sesekali kami istirahat. Aku pun memutuskan untuk berpamitan dengan mereka. Tak jauh aku melangkah meniggalkan mereka menuju ke arah rumahku. Aku mendengar mereka berbicara sesuatu ''Steven, apa kau yakin dengan apa yang kita lakukan malam ini?''. ''Tentu saja!! Apa kau lebih penakut ketimbang adikmu ini? Haa!!''. ''Ti -tidak!! Ok kita kesana!!''. ''Kemana?'' aku bertanya penasaran. Mereka berdua kaget melihatku kembali. Aku kembali karena aku suka dengan hal-hal misterius. ''Kau mendengar pembicaraan kami?'' Josh bertanya. ''Kami ingin ke 'Bloody House'!!'' jawab Steven cepat. ''Bloody House?''. ''Rumah paling berhantu dikota ini, rumah bekas terjadinya pembantaian oleh seorang psikopat yang membunuh semua keluarga Mr. George''. ''Keliatannya menarik, ini berkaitan dengan hantu kan?''. semangatku. ''Apa?!'' Josh membelalakan matanya, seperti tidak percaya dengan reaksi semangatku. ''Kenapa?''. ''Kau tidak takut?! apalagi kau baru di kota ini. Kau belum tau apa-apa!!''. ''Sama sekali. Tidak'' aku menjawab simple dengan sedikit tersenyum. ''Kapan tepatnya kita kesana?''. ''Kita? kami bahkan belum mengijinkanmu ikut dengan kami'' Josh berkata. ''Dia boleh ikut'' jawab Steven. ''Apa?! kau mau bertanggung jawab kalo ada hal-hal diluar kendali?!''. ''Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa'' optimis Steven seraya mengedipkan sebelah matanya ke arahku. ''Tepat jam 12 malam ini. Kita bertemu didepan Jalan''. ''12 malam tepat!!'' jawabku. ''Darren...''. ''Aku baik-baik saja Josh''. Aku pun segera berlari pulang kerumah seraya melambaikan tangan kepada mereka berdua. Steven membalas dengan senyuman 'maut'nya sedangkan kulihat ada muka tak enak yang ditunjukan Josh kepadaku.


Setelah makan malam, sambil menceritakan kegiatan ku hari ini kepada orang tuaku. Aku beranjak tidur dan men'set alarm-ku di jam 11.50 pm. Karena aku ingin tepat waktu bertemu di tempat pertemuan kami. Arlojiku menunjukan pukul 12.10 am. Setelah sepuluh menit menunggu akhirnya aku melihat dua sosok mendekat ke arahku. ''Kalian telat 10 menit. Josh, Steven'' kesalku. ''Maaf. Kami harus sangat hati-hati menyelinap keluar dari rumah'' jawab Steven. ''Hei, ada darah dibibirmu?!'' Josh terkejut. Aku segera melapnya dan berkata ''Ini saus  strawberry, sisa cemilan roti selai-ku sebelum tidur!''. ''Kau berlebihan Josh'' Steven berucap. Aku tau dari awal Josh anak yang penakut. Dia memberanikan diri malam ini karena tidak mau seumur hidupnya dihabiskan untuk mendengarkan ejekan dari Steven. Tanpa basa basi lagi kami berjalan cepat menuju 'Bloody House'. Awalnya aku sedikit bingung, berjalan kaki menuju rumah hantu. Berjalan kaki!. Yang benar saja! bisa-bisa kaki ku copot duluan sebelum sampai dirumah itu. Tapi ternyata rumahnya hanya beberapa blok dari komplek perumahan kami.


Bau udara disekitar rumah ini seperti debu dan asap. Atapnya berwarna merah tua agak kecoklatan mungkin karena sudah termakan jaman. Dindingnya berwarna putih polos. Putih yang juga sudah menguning. Secara keseluruhan rumahnya tampak besar dengan dua tingkat dan masih bagus. Cuma dari sisi cat saja yang sudah menua dan mengelupas. Halamannya agak luas. Tampak depan rumah. Ada pintu utama dihiasi dua jendela di samping kanan kirinya. di tingkat dua ada jendela kecil. Kami pun segera melangkah mendekati pintu utama. Mengherankan ternyata pintunya tidak dikunci. Kau tau? awalnya rencana kami hanya berkeliling mengitari rumah saja. Tapi karena pintu utama yang tidak dikunci dan merupakan akses menuju kedalam rumah. Aku pun mengajak mereka melihat kedalam. ''Apa kau ya-yakin?'' Josh keliatan menggigil ketakutan. Aku dan Steven dengan wajah serius mengangguk ke arah Josh tanpa bersuara.


'Kreekk-tektek' bunyi pintu tua yang membuka lebar memperlihatkan kepada kami sebuah ruangan yang gelap. Cahaya yang masuk hanya dari pintu utama yang kami buka. Cahaya dari lampu jalanan diluar. Itupun  sangat redup. Hawa didalam rumah sangat dingin. Mungkin 13° C bisa kubilang. Dalam rumah terlihat barang-barang masih utuh ditempatnya cuma agak menua dan masih ada beberapa bekas 'police line' terpapar disana. Tak heran disini kan pernah terjadi kasus pembunuhan Keluarga Mr. George yang sangat menggemparkan dikota ini.
Di depan kami sepertinya ruang tamu dengan satu meja besar panjang dikelilingi sofa berwarna cream. sebelah kiri ada jalan menuju ruangan lainnya. Sebelah kanannya ada tangga menuju atas rumah. kami pun memutuskan untuk naik ke atas. ''Sebaiknya kita pulang saja'' Josh memohon. Tak ada jawaban dari kami. Bahkan Steven yang awalnya terlihat berani sekarang wajahnya pucat seperti dandanan orang 'Pantomime'. Aku mendahului mereka sampai di lantai atas. Tempatnya mudah dilihat walau dengan cahaya seadanya. Senter yang kami bawa agak redup. Mungkin baterainya sudah mau diganti.
Di lantai atas ada sebuah kamar yang mehadap ke arah jalan. Mungkin jendela atas didepan adalah jendela kamar ini. 'Pranggg!!!' suara piring pecah terdengar dilantai bawah. Bunyinya bukan satu piring pecah! tapi lusinan!!. ''Mereka marah!!'' Josh ketakutan. Bola matanya membelalak seperti ingin keluar dari kelopak matanya. Mimik muka Steven terlihat agak meringis kengerian. Aku pun mengakui. Keringatku mengucur deras. Jantungku memompa sangat cepat seperti deru kereta. ''Sembunyi kedalam kamar'' bisikku pelan kepada mereka. ''Bagaimana kalau ada 'sesuatu' dalam kamar itu!'' akhirnya Steven angkat bicara. ''Tidak ada waktu memikirkan itu!'' aku memaksa.
Kemudian terdengar lagi seperti suara langkah kecil tapi banyak sekali di tangga menuju ke atas! Menuju arah kami!. Tanpa negosiasi lagi antara kami. Kami segera menuju kamar yang aku lihat tadi. Tapi 'cklaak!'. Oh tidak!. Pintunya terkunci!. ''Darren buka pintunya!!'' sekarang Josh tidak lagi berbisik tapi berteriak keras sekali!. ''Darren!!'' Steven juga ikut berteriak. ''Pintunya tidak bisa terbuka! Terkunci dari dalam!''. Suara tadi semakin keras datang kearah kami seperti ingin memburu kami bertiga. Josh dan Steven saling bertatapan dan mereka berdua menatap dengan muka meringis kengerian ke arah ku.
Suaranya semakin kencang dan kami melihatnya!!.


Lusinan mungkin puluhan bahkan ratusan tikus berlarian kearah kami. Kami membelalakan mata. Mereka menyerang kami!. Serius! mereka menggigit kami. Sampai-sampai kulihat sepatu kets kesayanganku sobek. Aku pun berusaha menginjak-injak mereka. Kulihat kedua temanku juga melakukan hal yang sama. Kami terdesak. Benar-benar terdesak sampai ke pintu kamar tadi. Tak diduga pintu yang tadinya terkunci sekarang terbuka. Kami pun terjerembab kedalam dan segera menutup pintu kembali. Ada beberapa ekor tikus yang ikut masuk kekamar dan yang masih menempel ditubuh kami. Dengan sekuat tenaga kami mengusir mereka. Menginjak-injak mereka sampai semuanya mati. Selesai itu kami semua menghela nafas panjang. Lelah, sangat lelah. Kami duduk tepat didepan pintu kamar.
Aku pun melihat kamar tersebut. Kamar yang ukurannya lumayan luas. Kami melihat sekeliling kamar sampai kulihat wajah Josh dan Steven pucat sekali. Mereka menganga lebar sambil membelalakan mata lurus kedepan. Akupun memperhatikan apa yang mereka lihat. Dengan senter 'sekarat' yang ada ditangan, kusorot apa yang ada dihadapan kami dan...

-----------------------------------

Aku merasakan ada yang menggerakan tubuhku dan meneriaki namaku. Mataku sangat berat untuk dibuka. ''Darren! kau tidak apa-apa?! Darren!'' aku mendengar suara Josh. ''Aw!'' aku memekik tertahan. Kepalaku sakit bercampur pusing. Ada apa denganku? dan aku segera menyadarinya. Aku pingsan setelah melihat apa yang kusorot dengan lampu senterku. ''Dimana hantu itu?! Apakah dia sudah menghilang?!'' aku bertanya kepada siapa saja yang mendengar pertanyaanku. ''Itu bukan hantu Darren'' Josh menjawab pelan. ''Itu boneka perempuan kecil''. ''hah!?'' aku agak tidak percaya ternyata yang membuatku sampai pingsan hanya sebuah boneka!. Yang benar saja!. ''Berapa lama aku pingsan''. ''Sekitar 15 menit''. Aku benar-benar malu pada Josh. Dia yang tadinya kubilang penakut tidak sampai pingsan hanya karena melihat 'Boneka Perempuan Kecil'!!. ''Mana Steven?''. ''Tuh dia berkeliling kamar. Melihat barang-barang disini. Banyak mainan disini mungkin dia mau membawanya sebagian. Hee'' jelas Josh sambil sedikit tertawa. Akupun juga mencoba berkeliling melihat-lihat. Kemudian aku melihat boneka yang membuatku pingsan tadi. Boneka itu duduk dikursi meja rias dihadapannya ada cermin rias yang besar. Aku yakin pemilik kamar ini seorang anak perempuan. Lalu aku berbalik, tepat diseberang meja rias tadi ada kasur besar dengan kelambu yang lusuh. Disitu aku melihat banyak boneka yang agak kucel dan usang terbaring. Aku melihat Josh dan Steven menghampiri meja rias dan memperhatikan cerminnya dengan seksama. Aku pun kembali berbalik dan memperhatikan boneka yang ada dikasur tadi. Aku melihat boneka itu seperti hidup. Tiap-tiap pasang mata mereka menatap tajam ke arahku. Kemudian aku mendengar samar-samar suara Josh dan Steven. Mereka berbicara pelan dan berbisik. Tapi aku bisa sedikit mendengar perbincangan mereka. ''Steven apa kau memperhatikan itu?''. ''I-i-i-iya''. ''Apa kau percaya ini?''. ''Sebaiknya kita pelan-pelan keluar dan meninggalkannya. Menjauh secepat mungkin''. ''Apa yang kalian lihat?'' aku berbalik ke arah mereka dan memperhatikan wajah mereka di cermin. Mereka membelalakan mata melihat ke arahku. Wajah mereka sangat ketakutan.
''Lari Steven! Lari!!'' Josh menarik tangan Steven dan mereka lari meninggalkan aku sendiri dikamar ini. Aku hanya bengong. Terus terang aku sudah tak takut lagi karena yang ku tau tadi yang membuatku pingsan hanya sebuah boneka!. Boneka!.


Aku pun penasaran apa yang membuat dua teman baruku lari setelah memperhatikan cermin rias tadi. Kudekati dan kuperhatikan baik-baik cermin itu. Seperti biasa? tidak ada bayangan apapun yang kulihat disana. Bahkan 'kaum hantu' yang ingin kulihat tidak terlihat di cermin itu. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kamar itu. Lalu keluar dan meninggalkan 'Bloody House' dengan sedikit kekecewaan. Aku ingin melihat yang katanya 'kaum hantu' lebih menakutkan dari 'kaum' kami. Ku akui aku termasuk kikuk, mungkin hanya aku dalam 'kaum' ku yang agak penakut. Aku pun segera pulang dan memikirkan hari esok. Aku ingin berkunjung lagi kerumah Josh dan Steven. Dan juga aku ingin bertanya alasan kenapa mereka lari?. Apakah mereka melihat hantu atau takut karena aku?. Tidak mungkin, aku kan berbeda dari kedua orang tua ku yang selalu mendekati orang lalu menghisap darah mereka. Lagian aku tidak berniat menghisap darah dua temanku yang baru ini, seperti teman-temanku lainnya dulu. Hmm.

End

By: W

Open Member Guild Line Ranger: Exousia

Ada yang main LR disini? hayukk gabung Guild gua, membernya masih seiprit broh, 26/120

Ramein Guild gua ya:

add aja:

Exousia
Level Guild: 6
Guardian Available:
  • Sonia *2
  • Wilson *1
  • Tutangki *1
  • Poppin *1

Salam Ranger Guys!!!