welcome to my blog ;)

Monday 3 April 2017

PRS - Project Random Sketch

Project Random Sketch ini adalah suatu project yang gua buat bertujuan untuk mengasah keterampilan Drawing gua. Dengan mengambil model secara acak (via foto Instagram). Memang sepertinya ilegal sih, dengan ngambil foto yang mau gua jadiin model, trus gua bikin foto sketsa mereka tanpa ijin ke mereka terlebih dahulu. Untuk itulah gua bikin tulisan (Rules) untuk gua sendiri dan mesti-kudu-perlu diketahui orang juga (terutama Model/Target gua, hehe).

Rules PRS:
1. Gua ngambil foto IG secara acak (Kebanyakan sih cewek cantik lah yang gua ambil, buwahahha).
2. Gua bikin Sketsa dari foto (Selfie) mereka. Dengan format versi Mirip Asli atau Anime.
3. Versi gambar menurut selera/mood gua aja, hehehe.
4. Setelah gua selesai bikin sketsa dari wajah mereka, gua pastiin 100% foto mereka gua hapus dari Gadget atau PC gua.
5. Kalau diantara Target tidak suka atau tidak berkenan foto mereka gua jadiin sketsa, langsung inbox/DM IG gua. maka saat itu juga gua hapus postingan Foto Sketsa mereka.
6. Project ini gratis, tis, tis. (Tau sih kedepannya mungkin ada maharnya kalo ada yang request, foto mereka minta di sketch, buwehwehhe)
7. Tiap Hasilnya akan gua posting di IG pribadi gua: @zen.se dengan men'tag model Randomnya juga.

Nah begitulah rules yang gua tujukan untuk gua sendiri dan orang lain terutama target juga perlu ketahui.

Moga project ini jadi titik balik di kehidupan gua lah (bosen gua hidupnya monoton). hahaha.

Thanks for ur'll attention.


Regards,


zen.se

Friday 11 November 2016

Root Xiaomi Mi4s tanpa UBL gan!!!

Jadi kemaren Mi4s gua kena mati suri gan, yups yang biasa kita sebut Bootloop, hehehe.

Karena sebelumnya gua pernah ngerasain ni HH Bootloop (waktu itu Xperia V), jadi gua santai aja lah as HH Bootloop, wkwkwk (padahal parno juga gua).
Dan sekarang HH gua udah normal lagi setelah Flashing semalaman (Gila!). Berkaca dari hal itu, hehe. Gua cari cara root tanpa perlu UBL, ganti ROM dulu supaya Root gak perlu UBL. Dan akhirnya gua nemu caranya....

Nah gimana cara Root Xiaomi Mi4s tanpa UBL:
Dengan aplikasi KingRoot gan!






Silahkan download Kingroot lewat sini gan: https://kingroot.en.uptodown.com/android

Thursday 3 March 2016

My Own Goosbumps (Vol. 5)

Sup reader, tulisan ke-lima gua nih, haha. Enjoy

===============================================================

Bloody House

Namaku Darren. Darren Mc'Larren, cukup aneh ya namaku. Banyak yang mengejekku karena nama aneh itu. Terutama disekolahan. Aku berumur 12 tahun, sudah duduk dikelas satu SMP. Aku lelaki dengan perawakan kurus tinggi, rambut ikal, kulitku putih pucat dan mataku berwarna biru. Menurutku wajahku agak tampan.Benar lo?.
Keluarga ku pindahan dari Andesh City. Alasan kami pindah dari sana karena dari awal tahun kemarin suhu disana meningkat panas sekali, sekitar 36° C menurut perhitunganku.  Aku ahli dalam pelajaran fisika lo! jadi aku bisa memperkirakan suhu disana. Selalu mendapat nilai tinggi di mata pelajaran itu membuatku cukup bangga, walaupun mata pelajaran yang lain nilai ku pas-pas'an. He-he.
Sekarang kami tinggal di Hampton City. Ini kota yang kami cari. Cuacanya seperti musim dingin, suhunya dingin sekitar 17° C, Hei!! masih meragukan hitunganku?!. Aku tidak masalah dengan perihal kami pindah ke kota baru ini. Karena ini bukan pertama atau kedua kalinya aku berbaur dengan sekolah baru, tetangga baru, lingkungan baru bahkan toilet baru. Haa!.

Hari ini ku habiskan membantu Ayah dan Ibuku membereskan dan mengatur barang-barang sesuai tempat di rumah 'baru' kami. Keesokan harinya, kebetulan masih satu minggu sebelum kembali ke aktivitas sekolah karena libur. Dipagi yang cerah. Aku mencoba bersosialisasi, berkunjung ke rumah tetangga terdekat. Ku lihat ada dua anak laki-laki sedang bermain 'Frisbee' (Permainan lempar-tangkap piringan) di pekarangan rumah mereka yang cukup luas. Yang satu mungkin sebaya denganku, perawakannya sama denganku tetapi rambutnya lurus dan matanya berwarna hitam dan satunya lagi agak gemuk, terlihat pendek, sepertinya itu adiknya karena muka keduanya hampir mirip. Bukan kembar. Mungkin perbedaan umur mereka sekitar 5 tahun. ''Hai!! boleh aku bergabung?'' aku memulai pembicaraan. ''Wah tetangga baru?!'' anak yang sebaya denganku melengok dan menjawab sapaan ku tadi. ''Namaku Josh dan ini adikku Steven''. Steven memberiku sebuah senyuman yang lebar, yang membuatku agak lucu melihatnya. Karena satu gigi seri depannya ompong. Ha-ha.''Ayo sini, kau boleh gabung dengan kami'' Josh mengajakku. ''Siapa namamu?''. ''Darren'' jawabku. ''Sejak kapan kau pindah disini? Yang mana rumahmu?''.''Kau sekolah dimana?''.''wow... wow... wow... satu-satu kawan'' aku sedikit terkejut. Antusias sekali mereka. Apa selalu begini sikap mereka kalo bertemu dengan orang asing?. Entahlah.


''Kemarin". "Rumahku tepat melewati dua rumah sebelum rumah kalian''. ''Bekas rumahnya Mr. James'' Josh memberitahuku. ''Orang yang sangat galak melebihi anjing penjaganya'' Steven menimpali seraya senyum lebarnya yang tak kunjung hilang sejak pertama aku menyapa mereka.''Segalak itu kah? Untung dia sudah tidak ada ya? tapi sekarang dia digantikan oleh keluarga 'Vampir' yang baru pindah!!'' aku berkata seraya mengeluarkan gigi bagian atasku. Kami bertigapun tertawa terbahak-bahak. Kurasa mereka anak yang mengasyikkan.


Tak terasa hari menjelang sore. Bermain dengan mereka seharian benar-benar tidak membosankan. Bukan saja bermain 'Frisbee' tapi kami juga bermain Basket dan tentu saja sesekali kami istirahat. Aku pun memutuskan untuk berpamitan dengan mereka. Tak jauh aku melangkah meniggalkan mereka menuju ke arah rumahku. Aku mendengar mereka berbicara sesuatu ''Steven, apa kau yakin dengan apa yang kita lakukan malam ini?''. ''Tentu saja!! Apa kau lebih penakut ketimbang adikmu ini? Haa!!''. ''Ti -tidak!! Ok kita kesana!!''. ''Kemana?'' aku bertanya penasaran. Mereka berdua kaget melihatku kembali. Aku kembali karena aku suka dengan hal-hal misterius. ''Kau mendengar pembicaraan kami?'' Josh bertanya. ''Kami ingin ke 'Bloody House'!!'' jawab Steven cepat. ''Bloody House?''. ''Rumah paling berhantu dikota ini, rumah bekas terjadinya pembantaian oleh seorang psikopat yang membunuh semua keluarga Mr. George''. ''Keliatannya menarik, ini berkaitan dengan hantu kan?''. semangatku. ''Apa?!'' Josh membelalakan matanya, seperti tidak percaya dengan reaksi semangatku. ''Kenapa?''. ''Kau tidak takut?! apalagi kau baru di kota ini. Kau belum tau apa-apa!!''. ''Sama sekali. Tidak'' aku menjawab simple dengan sedikit tersenyum. ''Kapan tepatnya kita kesana?''. ''Kita? kami bahkan belum mengijinkanmu ikut dengan kami'' Josh berkata. ''Dia boleh ikut'' jawab Steven. ''Apa?! kau mau bertanggung jawab kalo ada hal-hal diluar kendali?!''. ''Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa'' optimis Steven seraya mengedipkan sebelah matanya ke arahku. ''Tepat jam 12 malam ini. Kita bertemu didepan Jalan''. ''12 malam tepat!!'' jawabku. ''Darren...''. ''Aku baik-baik saja Josh''. Aku pun segera berlari pulang kerumah seraya melambaikan tangan kepada mereka berdua. Steven membalas dengan senyuman 'maut'nya sedangkan kulihat ada muka tak enak yang ditunjukan Josh kepadaku.


Setelah makan malam, sambil menceritakan kegiatan ku hari ini kepada orang tuaku. Aku beranjak tidur dan men'set alarm-ku di jam 11.50 pm. Karena aku ingin tepat waktu bertemu di tempat pertemuan kami. Arlojiku menunjukan pukul 12.10 am. Setelah sepuluh menit menunggu akhirnya aku melihat dua sosok mendekat ke arahku. ''Kalian telat 10 menit. Josh, Steven'' kesalku. ''Maaf. Kami harus sangat hati-hati menyelinap keluar dari rumah'' jawab Steven. ''Hei, ada darah dibibirmu?!'' Josh terkejut. Aku segera melapnya dan berkata ''Ini saus  strawberry, sisa cemilan roti selai-ku sebelum tidur!''. ''Kau berlebihan Josh'' Steven berucap. Aku tau dari awal Josh anak yang penakut. Dia memberanikan diri malam ini karena tidak mau seumur hidupnya dihabiskan untuk mendengarkan ejekan dari Steven. Tanpa basa basi lagi kami berjalan cepat menuju 'Bloody House'. Awalnya aku sedikit bingung, berjalan kaki menuju rumah hantu. Berjalan kaki!. Yang benar saja! bisa-bisa kaki ku copot duluan sebelum sampai dirumah itu. Tapi ternyata rumahnya hanya beberapa blok dari komplek perumahan kami.


Bau udara disekitar rumah ini seperti debu dan asap. Atapnya berwarna merah tua agak kecoklatan mungkin karena sudah termakan jaman. Dindingnya berwarna putih polos. Putih yang juga sudah menguning. Secara keseluruhan rumahnya tampak besar dengan dua tingkat dan masih bagus. Cuma dari sisi cat saja yang sudah menua dan mengelupas. Halamannya agak luas. Tampak depan rumah. Ada pintu utama dihiasi dua jendela di samping kanan kirinya. di tingkat dua ada jendela kecil. Kami pun segera melangkah mendekati pintu utama. Mengherankan ternyata pintunya tidak dikunci. Kau tau? awalnya rencana kami hanya berkeliling mengitari rumah saja. Tapi karena pintu utama yang tidak dikunci dan merupakan akses menuju kedalam rumah. Aku pun mengajak mereka melihat kedalam. ''Apa kau ya-yakin?'' Josh keliatan menggigil ketakutan. Aku dan Steven dengan wajah serius mengangguk ke arah Josh tanpa bersuara.


'Kreekk-tektek' bunyi pintu tua yang membuka lebar memperlihatkan kepada kami sebuah ruangan yang gelap. Cahaya yang masuk hanya dari pintu utama yang kami buka. Cahaya dari lampu jalanan diluar. Itupun  sangat redup. Hawa didalam rumah sangat dingin. Mungkin 13° C bisa kubilang. Dalam rumah terlihat barang-barang masih utuh ditempatnya cuma agak menua dan masih ada beberapa bekas 'police line' terpapar disana. Tak heran disini kan pernah terjadi kasus pembunuhan Keluarga Mr. George yang sangat menggemparkan dikota ini.
Di depan kami sepertinya ruang tamu dengan satu meja besar panjang dikelilingi sofa berwarna cream. sebelah kiri ada jalan menuju ruangan lainnya. Sebelah kanannya ada tangga menuju atas rumah. kami pun memutuskan untuk naik ke atas. ''Sebaiknya kita pulang saja'' Josh memohon. Tak ada jawaban dari kami. Bahkan Steven yang awalnya terlihat berani sekarang wajahnya pucat seperti dandanan orang 'Pantomime'. Aku mendahului mereka sampai di lantai atas. Tempatnya mudah dilihat walau dengan cahaya seadanya. Senter yang kami bawa agak redup. Mungkin baterainya sudah mau diganti.
Di lantai atas ada sebuah kamar yang mehadap ke arah jalan. Mungkin jendela atas didepan adalah jendela kamar ini. 'Pranggg!!!' suara piring pecah terdengar dilantai bawah. Bunyinya bukan satu piring pecah! tapi lusinan!!. ''Mereka marah!!'' Josh ketakutan. Bola matanya membelalak seperti ingin keluar dari kelopak matanya. Mimik muka Steven terlihat agak meringis kengerian. Aku pun mengakui. Keringatku mengucur deras. Jantungku memompa sangat cepat seperti deru kereta. ''Sembunyi kedalam kamar'' bisikku pelan kepada mereka. ''Bagaimana kalau ada 'sesuatu' dalam kamar itu!'' akhirnya Steven angkat bicara. ''Tidak ada waktu memikirkan itu!'' aku memaksa.
Kemudian terdengar lagi seperti suara langkah kecil tapi banyak sekali di tangga menuju ke atas! Menuju arah kami!. Tanpa negosiasi lagi antara kami. Kami segera menuju kamar yang aku lihat tadi. Tapi 'cklaak!'. Oh tidak!. Pintunya terkunci!. ''Darren buka pintunya!!'' sekarang Josh tidak lagi berbisik tapi berteriak keras sekali!. ''Darren!!'' Steven juga ikut berteriak. ''Pintunya tidak bisa terbuka! Terkunci dari dalam!''. Suara tadi semakin keras datang kearah kami seperti ingin memburu kami bertiga. Josh dan Steven saling bertatapan dan mereka berdua menatap dengan muka meringis kengerian ke arah ku.
Suaranya semakin kencang dan kami melihatnya!!.


Lusinan mungkin puluhan bahkan ratusan tikus berlarian kearah kami. Kami membelalakan mata. Mereka menyerang kami!. Serius! mereka menggigit kami. Sampai-sampai kulihat sepatu kets kesayanganku sobek. Aku pun berusaha menginjak-injak mereka. Kulihat kedua temanku juga melakukan hal yang sama. Kami terdesak. Benar-benar terdesak sampai ke pintu kamar tadi. Tak diduga pintu yang tadinya terkunci sekarang terbuka. Kami pun terjerembab kedalam dan segera menutup pintu kembali. Ada beberapa ekor tikus yang ikut masuk kekamar dan yang masih menempel ditubuh kami. Dengan sekuat tenaga kami mengusir mereka. Menginjak-injak mereka sampai semuanya mati. Selesai itu kami semua menghela nafas panjang. Lelah, sangat lelah. Kami duduk tepat didepan pintu kamar.
Aku pun melihat kamar tersebut. Kamar yang ukurannya lumayan luas. Kami melihat sekeliling kamar sampai kulihat wajah Josh dan Steven pucat sekali. Mereka menganga lebar sambil membelalakan mata lurus kedepan. Akupun memperhatikan apa yang mereka lihat. Dengan senter 'sekarat' yang ada ditangan, kusorot apa yang ada dihadapan kami dan...

-----------------------------------

Aku merasakan ada yang menggerakan tubuhku dan meneriaki namaku. Mataku sangat berat untuk dibuka. ''Darren! kau tidak apa-apa?! Darren!'' aku mendengar suara Josh. ''Aw!'' aku memekik tertahan. Kepalaku sakit bercampur pusing. Ada apa denganku? dan aku segera menyadarinya. Aku pingsan setelah melihat apa yang kusorot dengan lampu senterku. ''Dimana hantu itu?! Apakah dia sudah menghilang?!'' aku bertanya kepada siapa saja yang mendengar pertanyaanku. ''Itu bukan hantu Darren'' Josh menjawab pelan. ''Itu boneka perempuan kecil''. ''hah!?'' aku agak tidak percaya ternyata yang membuatku sampai pingsan hanya sebuah boneka!. Yang benar saja!. ''Berapa lama aku pingsan''. ''Sekitar 15 menit''. Aku benar-benar malu pada Josh. Dia yang tadinya kubilang penakut tidak sampai pingsan hanya karena melihat 'Boneka Perempuan Kecil'!!. ''Mana Steven?''. ''Tuh dia berkeliling kamar. Melihat barang-barang disini. Banyak mainan disini mungkin dia mau membawanya sebagian. Hee'' jelas Josh sambil sedikit tertawa. Akupun juga mencoba berkeliling melihat-lihat. Kemudian aku melihat boneka yang membuatku pingsan tadi. Boneka itu duduk dikursi meja rias dihadapannya ada cermin rias yang besar. Aku yakin pemilik kamar ini seorang anak perempuan. Lalu aku berbalik, tepat diseberang meja rias tadi ada kasur besar dengan kelambu yang lusuh. Disitu aku melihat banyak boneka yang agak kucel dan usang terbaring. Aku melihat Josh dan Steven menghampiri meja rias dan memperhatikan cerminnya dengan seksama. Aku pun kembali berbalik dan memperhatikan boneka yang ada dikasur tadi. Aku melihat boneka itu seperti hidup. Tiap-tiap pasang mata mereka menatap tajam ke arahku. Kemudian aku mendengar samar-samar suara Josh dan Steven. Mereka berbicara pelan dan berbisik. Tapi aku bisa sedikit mendengar perbincangan mereka. ''Steven apa kau memperhatikan itu?''. ''I-i-i-iya''. ''Apa kau percaya ini?''. ''Sebaiknya kita pelan-pelan keluar dan meninggalkannya. Menjauh secepat mungkin''. ''Apa yang kalian lihat?'' aku berbalik ke arah mereka dan memperhatikan wajah mereka di cermin. Mereka membelalakan mata melihat ke arahku. Wajah mereka sangat ketakutan.
''Lari Steven! Lari!!'' Josh menarik tangan Steven dan mereka lari meninggalkan aku sendiri dikamar ini. Aku hanya bengong. Terus terang aku sudah tak takut lagi karena yang ku tau tadi yang membuatku pingsan hanya sebuah boneka!. Boneka!.


Aku pun penasaran apa yang membuat dua teman baruku lari setelah memperhatikan cermin rias tadi. Kudekati dan kuperhatikan baik-baik cermin itu. Seperti biasa? tidak ada bayangan apapun yang kulihat disana. Bahkan 'kaum hantu' yang ingin kulihat tidak terlihat di cermin itu. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kamar itu. Lalu keluar dan meninggalkan 'Bloody House' dengan sedikit kekecewaan. Aku ingin melihat yang katanya 'kaum hantu' lebih menakutkan dari 'kaum' kami. Ku akui aku termasuk kikuk, mungkin hanya aku dalam 'kaum' ku yang agak penakut. Aku pun segera pulang dan memikirkan hari esok. Aku ingin berkunjung lagi kerumah Josh dan Steven. Dan juga aku ingin bertanya alasan kenapa mereka lari?. Apakah mereka melihat hantu atau takut karena aku?. Tidak mungkin, aku kan berbeda dari kedua orang tua ku yang selalu mendekati orang lalu menghisap darah mereka. Lagian aku tidak berniat menghisap darah dua temanku yang baru ini, seperti teman-temanku lainnya dulu. Hmm.

End

By: W

Open Member Guild Line Ranger: Exousia

Ada yang main LR disini? hayukk gabung Guild gua, membernya masih seiprit broh, 26/120

Ramein Guild gua ya:

add aja:

Exousia
Level Guild: 6
Guardian Available:
  • Sonia *2
  • Wilson *1
  • Tutangki *1
  • Poppin *1

Salam Ranger Guys!!!

Tuesday 16 February 2016

Tidak bisa lagi membeli Paket Smule Sing! dengan Pulsa Billing!!!

Udah pada tau Smule Sing! kan? Itu lho medsos Karaoke Online yang lagi populer. Follow gua ya di @wahyu1prasetya ok jadi promo, wkwkwk)

Jadi tanggal 12 Feb kemaren, Bertepatan dengan habisnya masa VIP gua. VIP di Smule berguna buat lu yang mau nyanyi solo dan juga bikin Open Call (duet sama user lain). Nah, kemaren itu gua kaget biasanya optional billing (disini gua make provider Telkomsel) with Telkomselnya disable.

Begini noh jadinya.

Alhasil langsung coba konfirmasi gua ama pihak Telkomsel via Twitter dan ternyata setelah itu baru tau gua alasannya.

Nih penjelasan pihak Telkomsel.

Jadi ternyata buy for Subscribe / Aplikasi Berlangganan tidak bisa lagi membelinya menggunakan Pulsa / Billing with Telkomsel sejak tanggal 7 Feb 2016 kemaren. Sekarang gua bingung gimana mau VIP lagi. Menurut gua Provider lain yang support billing kaya Indosat sama XL masih bisa sih. Cuman gua udah males ganti-ganti Provider :P

Jadi please buat pihak Telkomsel. re-active'in lagi dong billingnya buat aplikasi berlangganan.

atau reader ada yang mau beliin gua VIP nih? hehe.



Sekian info sekelebat dari gua. Semoga bermanfaat :) Z7 out

Tuesday 22 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 4)

[Tulisan ke-4 nih, enjoy :) ]

Curse of Butterfly

Pagi itu kami bertiga berjalan-jalan ke taman dikota kami, Boston City. Aku, Alice dan Margareth. Oh ya, namaku Emily. Kurasa akulah yang paling cantik diantara mereka bertiga. Rambutku berwarna hitam berkilau, berkulit putih mulus dan mataku berwarna hitam besar. Alice cewek berambut pirang pendek sebahu, dengan poni yang hampir menutupi kedua matanya, kulitnya juga putih sama sepertiku. Sedangkan Margareth cewek berambut ikal hitam kecoklatan dan juga berkulit kecoklatan. Aku sedikit iri dengan warna kulitnya itu. Kami bertiga memang 'Trio Cantik' tapi tetap saja aku yang paling cantik. Itu sebabnya banyak lawan jenis yang melirik kearah kami ketika kami bertiga berjalan kemanapun termasuk ketika kami berkeliling ditaman ini 'Heavenly Garden'. Taman ini selalu ramai dihari libur. Banyak orang ramai-ramai menghabiskan waktunya disini. Dari membaca buku, berolah raga, bahkan ada yang hanya berduduk-duduk santai. Wajar sih, karena taman ini benar-benar indah dengan tataan yang rapi dan juga banyak pohon dan bunga disini. Tak heran taman ini bernama 'Heavenly Garden' dan menjadi 'Taman Terbaik' sedunia loh tahun lalu dan kemungkinan untuk tahun ini juga.


"Hei ada kupu-kupu bagus tuh, berwarna hitam legam. Ayo kita dekati dan lihat!" Margareth menyerukannya kepada kami. Kami bertiga memang menyukai hal yang sama, mengoleksi kupu-kupu. Diantara kami bertiga Alice lah yang mempunyai koleksi terbanyak dan aku yang paling sedikit. Tak apalah setidaknya aku tetap yang paling cantik diantara mereka bertiga dan itu penting bagiku. Ha-ha. "Kali ini kupu-kupunya milikku!" aku berseru. "Hei! aku yang melihatnya lebih dulu!". bantah Margareth. "Sudah lah, lebih baik untukku saja. Biar koleksiku tambah lengkap" Alice memotong sambil tersenyum sinis kepada kami berdua. "Alice!!" Aku dan Margareth marah. "Hahaha. Aku bercanda. Bercanda" dia tersenyum lebar. Perlu kalian ketahui kami memang sering tidak akur, terlebih dalam hal koleksi kupu-kupu ini. Tapi bertengkarnya ya cuma hal sepele saja, justru karena hal inilah persahabatan kami semakin erat. "Ya sudah kalian 'suit' ajalah. Yang menang bakalan jadi pemilik kupu-kupu itu. Gimana?"."Setuju" Aku langsung menyahut. "Ok lah, terserah". jawab Margareth lesu dengan mimik muka sedikit cemberut. Alice mulai memberikan aba-aba untuk kami. "1... 2... 3!!". "Yey! Aku menang. Aku resmi pemilik kupu-kupu itu nantinya!". Aku berseru senang. "Ah ini tidak adil!. Aku yang menemukannya duluan!" kesal Margareth padaku. "Aturan tetaplah aturan 'Mare'.." aku meledeknya. Kami memang sering meledek Margareth dengan sebutan 'Mare' dan dia sangat kesal kalau kami panggil dengan julukan itu. "Ah..! Kau mulai lagi!" dia keliatan sangat kesal, terlihat dari raut mukanya merah padam. "Hahaha.. Ok Ok.. Setelah aku mendapatkannya nanti. Kupu-kupunya akan kuberikan untukmu deh" ucapku kepada temanku yang marah itu. "Bohong!" dia menyelidik. "Serius deh, kita kan teman" aku meyakinkan. "Yeay! Terimakasih Emily". "Tak usah.Tak usah" Aku menyahut dengan nada sok.


Kamipun mendekati kupu-kupu hitam tadi yang masih setia hinggap di salah satu bunga ditaman ini. Aku jadi bingung bagaimana aku menangkapnya? peralatan untuk menangkap serangga saja tidak kami bawa. Kamikan niatnya cuma mau jalan-jalan tadinya. "Hey.. Bagaimana aku menangkapnya?" Aku bertanya kepada dua temanku. "Mana aku tau? Yang pasti kau janji akan memberikan kupu-kupu itu untukku. Aturan tetaplah aturan Emily!" Margareth melotot kearah ku. "Ta-tapi bagaimana aku mendapatkannya?"."Pokoknya kau harus dapat!" desak Margareth. Lalu aku memperhatikan Alice yang tampak diam daritadi. Dia terpaku melihat kupu-kupu hitam itu sejak kami mendekatkan diri. Jangan-jangan dia ingin menangkapnya lebih dulu daripada kami!. "Hei Alice!. Kau mau merebut kupu-kupunya ya?!" labrakku. "Ehh! enggg.. Tidak kok?!" Dia menjawab dengan sedikit terkejut. "Coba kalian perhatikan dengan benar-benar corak sayap kupu-kupu itu?" ajak Alice kepada kami. Lalu aku dan Margareth mencoba memperhatikan dengan teliti. "Hitam. Hitam pekat polos? Tidak ada corak Alice?" kataku kepada Alice. "Yeah, itu hitam polos Alice. Tidak ada corak apapun disana?" tambah Margareth. "Ahh! Apa benar?! Aku yakin aku melihat corak berbentuk...". "Sebaiknya kau memulai memakai kacamata Senin besok Alice" potong Margareth. "Ya kami berdua tidak melihat corak apapun di sayap kupu-kupu itu. Suara dua orang lebih bisa dipercaya daripada satu orang Alice" aku menjelaskan. Alicepun langsung terdiam dan tidak menaggapi perkataanku tadi.


"Sekarang aku akan coba menangkapnya dengan kedua tanganku" kataku pada mereka berdua. "Jangan!. Tentu saja sayapnya akan hancur atau bahkan dia bisa mati" ketus Margareth. Benar juga. Jujur masalah kepintaran Aku dan Alice kalah jauh dengan Margareth. Dia selalu rangking satu sejak kelas 1 sekolah dasar!!. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!!. "Terus dengan apa menangkap..." belum selesai aku bicara pada Margareth, dia terlihat terkejut dengan mulut menganga. Ternyata Alice mengusir kupu-kupu itu supaya terbang. "Apa yang kau lakukan Alice!!" aku dan Margareth serempak meneriakinya sampai-sampai pengunjung taman yang lain memperhatikan ke arah kami bertiga. Aku jadi malu dengan apa yang telah aku lakukan dengan Margareth. "Kenapa kau mengusirnya Alice?!. Kau tau kan aku ingin mengambilnya dan memberikan kepada 'Mare'!" aku memelankan suaraku. "Hei! jangan sebut lagi nama itu padaku!" protes Margareth. Tetapi reaksi Alice hanya menatap kedepan dengan tatapan kosong. "Alice...?" panggil Margareth heran. "Alice kau baik-baik saja?" akupun ikut memastikannya. Akan tetapi reaksinya sama seperti sebelumnya. Kamipun memutuskan untuk membawanya pulang kerumah. Sesampainya dirumah Alice, aku dan Margareth berpamitan dengannya. Dan bisa kalian tebak, ekspresinya sama seperti pertama kali kami menanyainya. Walaupun kami agak bingung tapi aku memutuskan untuk tidak memikirkannya. Mungkin dia kelelahan atau apalah. Aku pun berpisah dengan Margareth menuju kerumah masing-masing. Hari memang sudah agak sore. Hmm, tetap saja aku kepikiran Alice. Semoga dia baik-baik saja


Hari Senin, saatnya melakukan aktivitas seperti biasa disekolah menengahku. Aku duduk dibangku kelas 2, satu kelas dengan 2 sahabatku. Pelajaran pertama sudah dimulai namun aku tidak melihat keberadaan Alice. Tanda-tanda dia terlambatpun tidak ada, lagian tidak mungkin itu terjadi. Karena Alice adalah orang yang paling tepat waktu dalam hal apapun termasuk pergi kesekolah. Tapi tetap saja aku yang paling cantik!. Aku pun melirik kearah Margareth, dia duduk dibarisan paling depan. Kulihat mimik wajahnya menunjukan kekhawatiran. Sepertinya Alice sakit aku yakin itu. Akupun memutuskan untuk menengok kerumahnya sepulang sekolah.

------------------

'Teng-teng-teng' lonceng sekolah berbunyi keras. Menandakan aktivitas belajar hari ini selesai. Aku dan Margareth segera menuju rumah Alice. Kami sudah membicarakannya saat jam istirahat tadi dan sudah meminta ijin dengan kedua orang tua kami masing-masing. Dari kejauhan kami melihat rumah Alice dikunjungi sebuah mobil Sheriff setempat. Kami pun bergegas berlari menuju rumah Alice, ingin segera tau apa yang sedang terjadi. "Ada apa ini?" Margareth langsung bertanya kepada orang-orang yang ada dirumah Alice tanpa mengucapkan salam sebelumnya. "Emily, Margareth" seru Mrs. Johanson, Ibunya Alice. "Ada masalah apa ini Mrs. Johanson?!"."Kemana Alice?!". "Kenapa dia tidak masuk sekolah hari ini?!" kami menyerang Mrs. Johanson dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dikepala kami secara bergantian. "Alice... Alice...". Mrs. Johanson lalu menangis dan kelihatan tertekan. "Dia menghilang!!". Apa!! Menghilang!! Bagaimana bisa?!. "Saat membangunkannya pagi tadi aku mengetuk pintu kamarnya sampai 3 kali, tapi tidak ada jawaban darinya. Aku memutuskan untuk membuka kamarnya". Mrs. Johanson menjelaskan seraya air mata mengucur deras kepipinya. "Alice tidak ada!!" lanjutnya. Pikiranku kalut, tidak mungkin Alice kabur dari rumah? untuk apa dia kabur. Dia anak yang patuh pada orang tuanya. Jadi kurasa tidak ada masalah dengan orang tuanya. "Untuk itu kami memanggil Sheriff, Mr. Jhon untuk melakukan investigasi. Aku takut Alice diculik seseorang!" tambah Mr. Johanson, Ayah Alice. Tak lama datang lah Mr. Jhon "Saya sudah melakukan penyidikan disekitar rumah anda tapi sampai sekarang tidak menemukan jejak apa-apa. Tapi tenang tim saya akan menyelesaikan kasus ini" terang Mr. Jhon. Kami berdua hanya tertegun bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Bagaimana Alice bisa menghilang? Apa dia memang benar-benar kabur dari rumah? untuk alasan apa?. Bahkan Sheriff beserta timnya pun butuh waktu berjam-jam lamanya untuk menyelidiki hal ini.


"Mr. Johanson. Bolehkah kami melihat ke kamar Alice" aku meminta ijin. "Barangkali kami menemukan sesuatu" Margareth menambahi. "Silahkan..." Mr. Johanson memberikan ijin kepada kami sedangkan Mrs. Johanson tampak masih sedih dan menangis terisak. Wajar kalau orang tua Alice begitu sedih dan terpukul melihat kenyataan putrinya menghilang secara tiba-tiba dari rumah. Alice merupakan putri semata wayang mereka. Sudah sewajarnya mereka merasa sangat kehilangan. Kami berdua pun bergegas menyusuri tangga menuju kamar Alice yang berada dilantai atas. Setibanya dikamar Alice, aku langsung mengatakan sesuatu ke Margareth. "Apa ini ada hubungannya dengan kupu-kupu semalam?!". Margareth tampak terkejut dan langsung menatapku. "Apa hubungannya?" dia sedikit mengejek. "Kau ingat setelah dia mengusir kupu-kupu itu. Tatapannya menjadi kosong. Begitu juga raut mukanya datar seperti terhipnotis". "Benar juga ya. Tapi apa mungkin kupu-kupu itu bisa menghipnotis seseorang untuk kabur dari rumah?!". "Mana aku tau? aku cuma mencoba ber'hipotesis" jawabku. Kami pun berkeliling kamar Alice mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi jawaban dari masalah ini.


Lalu aku terpaku dengan suatu benda berwarna hitam yang menempel di plafon kamar Alice. Bukan, bukan benda. Itu bergerak, tidak salah lagi kupu-kupu hitam!. Mungkinkah itu kupu-kupu yang ada ditaman kemarin?!. Belum sempat aku mengatakannya ke Margareth. Ternyata dia juga melihatnya. Kupu-kupu itu. Kulihat ekspresi wajah Margareth sama seperti yang ditunjukan Alice kemarin. Tatapan kosong dengan mimik muka yang datar. Oh tidak! Jangan-jangan Margareth juga!. "Haaa!! Kena kau, Hahahaha". Margareth?! ternyata dia hanya mempermainkan aku!. "Coba kau lihat wajahmu tadi. Lucu sekali melihat mimik muka ketakutanmu. Hahaha". "Mare!!!" geramku. Lucu sekali saat sedang ada masalah begini, sempat-sempatnya dia mengerjaiku!. Tak berapa lama kupu-kupu itu terbang keluar, melalui jendela kamar Alice. "Kita keluar saja!" ajakku. Margareth pun menurut sambil menyembunyikan senyum dibalik tangannya. "Apa ada sesuatu yang mungkin membuat kalian mengetahui kenapa Alice kabur?!" belum sampai kami di lantai bawah sudah ditanyai oleh Mr. Johanson. Kami hanya menggeleng tanpa mengatakan sesuatu. "Kalian pergi bersamanya kan kemarin? Apa ada sesuatu yang aneh dengan dia? Apa Kalian bertengkar?!". "Ti-tidak! kami tidak bertengkar" sahut kami serempak. "Kami tidak mengalami sesuatu apapun kemarin. Kecuali...". "Kecuali kami gagal mendapatkan kupu-kupu yang bagus kemarin dan itu membuat kita bertiga sedih!" potongku. Margareth tampak terkejut melihat kearahku. "Kenapa kau ini" bisiknya. "Percuma kita mengatakannya. Kejadian tentang kupu-kupu menghipnotisnya kan? Bahkan tadi saja, kau tidak percaya denganku. Aku sendiri masih ragu". Margareth terdiam. "Kami pamit pulang dulu Mr. dan Mrs. Johanson" ucapku. Mereka mengangguk lesu dengan sedikit tersenyum. Kulihat Mr. Jhon masih sibuk sendiri di ruang tamu. Mungkin dia sedang mengarahkan timnya untuk bekerja lebih cepat.


Setelah keluar rumah lagi-lagi. Kami melihat kupu-kupu itu terbang tepat dihadapan kami mungkin sekitar 1 meter. "Margareth lihat!" seruku. "Aku tau" jawab Margareth singkat. Sepertinya kupu-kupu itu ingin kami mengikutinya. Kami pun mengikuti kemana dia terbang. Menuju halaman belakang rumah Alice?. Dan kurasa Margareth sama bodohnya sekarang denganku karena kami berdua mengikuti seekor kupu-kupu terbang yang  bahkan mungkin tujuannya pun tidak jelas. Tak lama dihadapan kami ada pohon tua besar berdiri agak bengkok. Ada bekas ayunan disana. Aku masih ingat, waktu kami kecil, kami bertiga sering menghabiskan waktu bersama disini. Kami perhatikan kupu-kupu itu menuju pohon tersebut lalu perlahan terbang naik keatas. Kami pun mendongkakkan kepala menghadap keatas. Dan betapa terkejutnya kami!!. Aku menganga lebar tanpa bersuara, Margareth juga menampakan ekspresi yang sama denganku. Kalian tidak akan percaya dengan apa yang kami lihat.

--------------------------------

"ALICE!!!" kami berteriak serempak sambil menangis melihat apa yang sedang terjadi. Alice, Alice sudah mati. Dia tergantung menghadap kebawah diatas pohon. Kondisinya sangat mengenaskan. Satu kakinya terikat ke salah satu dahan pohon dan yang lainnya hanya terjuntai lemas ke bawah. Tangannya terkulai dan juga rambutnya. Mukanya tampak menua dengan belatung bersarang dipipi kanan kirinya. Matanya melotot keluar berwarna putih polos. Mulutnya menganga lebar sehingga lidahnya terjuntai keluar. Aku benar-benar tidak tahan melihat pemandangan ini. Perutku langsung mual, kulihat Margareth telah lebih dulu mengeluarkan isi perutnya dan masih terisak-isak menangis. "Ada apa ini?!" Mr. Jhon mendatangi kami dan juga ada Mr. dan Mrs. Johanson bersamanya. Mungkin teriakan kami sangat keras sehingga mereka dapat mendengarnya dari dalam rumah. Padahal jarak halaman belakang dengan rumah cukup jauh. Kami tidak bisa berkata-kata. Kami hanya bisa menangis. Lalu Mr. Jhon pun melihat apa yang kami lihat sebelumnya. Dia hanya membelalakan mata tidak percaya. Begitupun Mr. Johanson beda dengan Mrs. Johanson dia langsung pingsan setelah melihat apa yang terjadi dengan putri kesayangannya. "Apa-apaan ini?!" Mr. Jhon berteriak tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tentu saja siapapun akan bingung. Terlebih baru pagi ini Alice menghilang, tapi kondisinya mayatnya sudah digerogoti belatung serta wajah dan tubuhnya yang menua. "Kami akan tangani dari sini" Mr. Jhon berucap. Tak lupa kami semua terlebih dulu membantu membawa masuk Mrs. Johanson yang pingsan. Aku sangat sedih melihatnya. Semoga Mr. dan Mrs. Johanson bisa tabah dengan kejadian ini. Semoga.
Hari pun mulai malam. Aku dan Margareth segera pulang. Aku masih pusing memikirkan hal ini.
Saat makan malam Ayah, Ibu dan Kakakku menanyaiku. "Kenapa kau terlihat lesu?". "Apa kau ada masalah?". "Mungkin Trio Cantik sedang bertengkar!" gurau kakakku Helen. "Tidak. Aku tidak apa-apa" jawabku lesu. Kemudian aku teringat ucapan kakakku tentang Trio Cantik. Sekarang kami bukan Trio lagi. Tangisanku hampir meledak tapi berhasil kutahan. Akupun pergi kekamar dan mengunci pintu. Ku coba menenangkan diri dan melupakan semua kejadian yang barusan ku alami. Tak terasa akupun tertidur. Lelap sekali.


Keesokan harinya badanku terasa tak enak. Mungkin faktor kejadian kemarin yang masih membuatku shok berat. Tapi tetap kupaksakan untuk pergi kesekolah. Aku tidak mau keluargaku mengetahui kejadian kemarin, hanya belum tepat waktunya untuk mereka mengetahuinya. Setiba disekolah aku tidak melihat keberadaan Margareth. Sepertinya dia mengalami hal yang sama denganku. Ya sudahlah mungkin pulang sekolah nanti giliran Margareth yang ku kunjungi hari ini. Meskipun tubuh sama pikiranku sangat lelah. Aku harus memastikan sahabatku baik-baik saja. Tak terasa lonceng tanda pulang sekolah berbunyi. Lalu aku menuju kerumah Margareth. Tentu saja aku sudah ijin dengan kedua orang tuaku. Aku ingat Margareth ditinggal sendirian oleh orang tuanya. Orang tuanya pergi dinas keluar kota. Seminggu lagi baru pulang. Dan Kakaknya sedang ada tugas praktek di tempat kuliahnya sehingga tidur di asrama yang disediakan. "Margareth! Ini aku Emily. Tolong buka pintunya" Aku berteriak. Karena ini kesekian kalinya aku memanggilnya, tetapi tidak ada respon darinya. Aku terpaksa mengintip lewat jendela kamarnya. Kebetulan kamarnya ditepat dibagian samping rumahnya. Jadi aku bisa melihatnya kamarnya hanya dengan mengintip lewat jendela. Tindakan ilegal sih, tapi apa boleh buat. Aku bingung kenapa dia tidak merespon panggilanku. Mungkin saja dia sedang mendengarkan musik menggunakan headset. Salah satu hobinya, ya mendengarkan musik. Aku pun segera mengintipnya. Dan aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat!. Kondisi Margareth sama seperti Alice!. Bedanya dia tergantung dikamar. Kakinya tergantung sebelah, yang sebelahnya hanya terjuntai. Dia dibunuh?!. Tapi sama seperti Alice. Tubuh, mukanya menua dan di gerogoti belatung. Matanya melotot putih dengan mulut menganga dan lidah terjulur panjang. Tak berapa lama pandanganku berkunang-kunang, kemudian semuanya tampak menjadi hitam

--------------------------------

"Emily. Kau tidak apa-apa nak?" suara ayahku. "Dimana aku?!". "Kau ada dikamarmu nak" jawab ibuku. Oh, rupanya aku pingsan tadi. "Kami diberitahu oleh tetangga yang melihat kau terbaring dihalaman rumah Margareth" ayahku menjelaskan. "Margareth..!" tiba-tiba aku berteriak. "Sabar nak. Sabar. Pihak berwajib sedang memproses kejadiannya" Ayah dan Ibuku mencoba menenangkanku. Aku pun agak tenang setelah Ibuku menuntunku untuk minum segelas air. "Kami akan menghubungi Dr. Dree. Tadi sudah kami telpon cuma masih belum diangkat" kata Ayahku "Kami coba meninggalkan pesan saja tadi dan sekarang mau menceknya. Juga mencoba menelponnya kembali" tambah Ibuku. Ayah dan Ibuku pun keluar kamar, sebelum menutup pintu ibuku berpesan "Cepat sembuh sayang...". "Terimakasih Ibu" jawabku sambil tersenyum agak lesu. Akupun memejamkan mata, mengistirahatkan tubuhku membuatnya nyaman dikasurku. Entah kenapa aku ingin membuka mata, menatap langit-langit kamarku. Setelah ku membuka mata. Astaga...!


Aku tidak bisa berkata-kata. Bibirku terkunci, mataku melotot kearah apa yang sedang kulihat. Jantungku berdebar sangat keras dan cepat seperti genderang perang. Aku melihat mereka! Teman-temanku! Alice dan Emily! Kondisinya sama seperti yang kulihat terakhir dari mereka. Salah satu dari kaki mereka masing-masing tergantung di atas langit-langit kamarku. Wajahnya sama mengerikannya dengan yang kulihat sebelumnya. "Kita kan Trio Cantik. Kami tidak bisa membiarkan kamu sendiri" Alice berkata dengan lidah yang terjulur karena posisi mereka berdua sama, tergantung kebawah. Kulihat matanya bergerak kesana-kemari tidak karuan. "Ya. Ayo ikut bersama kami Emily" tambah Margareth. Aku tetap tidak bisa membuka mulutku. Bahkan mulutku tertutup sejak tadi. Hanya mataku yang terus melotot tanpa berkedip sedetik pun. "Kenapa Emily? Kenapa Kau tidak menjawab kami?". "Kau tidak mau bersama-sama kami lagi?" Mereka berbicara bergantian. "A-aku masih ingin hi-dup..." akhirnya aku bisa mengeluarkan suaraku walaupun agak parau dan terbata-bata. "Itu berarti kau tak mau bersama-sama kami lagi?" Margareth melotot ke arahku dan disitulah aku melihat pemandangan yang sangat-sangat mengerikan. Saat dia melotot, mata kirinya keluar dan mengelantung seperti bandul jam berayun-ayun dan dari mulutnya keluar belatung. Aku tak tahan karena perutku serasa ingin mengeluarkan seluruh isinya, tapi berhasil kutahan. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan menggeleng pelan. "Sayang sekali Emily. Itu artinya kami harus memaksamu ikut dengan kami" sekarang Alice berucap dengan nada memaksa dan sedikit tertawa melengking. Mereka berdua menjulurkan tangannya yang memanjang ke bawah, ke arah leherku. Aku mencoba menghindar tapi percuma. Badanku tidak bisa ku gerakkan. Aku hanya bisa pasrah, tangan-tangan mereka mulai menyentuh leherku. Tangan mereka kasar dan lembek seperti kulit manusia yang berumur ratusan tahun. Aku pun mulai dicekik dan tidak bisa bernapas. Mereka mencekik keras sekali sampai rasanya darahku mengumpul diatas kepala, mataku serasa mau keluar dari kelopaknya. "Jangaaaaaaannnnnnnn...!!!!!" aku berhasil berteriak sekuat tenaga.


"Ada apa sayang!!" suara Ibuku berteriak nyaring, mungkin terdengar sampai kedalam rumah tetangga. "Tenang nak, kau aman. Ada kami disini". Aku masih terengah-engah dengan apa yang terjadi. Mereka! Alice dan Margareth! Mereka menghilang?. Bukan-bukan menghilang tapi itu cuma khayalanku, mimpiku!. Aku terlelap sebentar dan khayalan itu membuatku sangat shok!. "Dia hanya mengalami mimpi buruk. Hal yang wajar, ini merupakan efek shok yang dia alami sebelumnya" Dr. Dree menjelaskan. Ternyata dia sudah datang kerumah kami. "Bagaimana dengan kesehatannya Dok?!" Ibukku bertanya. "Dia agak kelelahan. Faktornya sama karena shok. Istirahat akan mengembalikan kebugaran tubuhnya lagi" jelas Dr. Dree lagi dan itu cukup membuat kedua orang tuaku tenang. "Apa kau merasa agak baikan sekarang nak? Lupakan mimpi burukmu tadi" Ayahku berkata pelan dengan muka yang sangat khawatir. Tidak pernah aku melihat mimik wajah Ayahku seperti itu. Aku cuma mengangguk pelan. Ku akui aku masih shok dengan kejadian tadi walaupun cuma mimpi."Kami akan mengartar Dr. Dree dulu kedepan" kata Ibukku. "Tidak akan lama seperti tadi" tambah Ayahku "Jangan lupa banyak istirahat ya" Dr. Dree berucap sebelum dia keluar dari kamarku lalu dia pun pamit. Huh! Aku ditinggal sendirian lagi. Ini pertama kalinya seumur hidupku aku takut sendirian dikamarku!. Aku pun memejamkan mataku erat-erat lalu menyibakkan selimutku sampai keatas kepalaku. Aku benar-benar ketakutan hal tadi menjadi kenyataan!. Tapi aku mencoba memberanikan diri untuk mengintip dari balik selimutku dan... Hah.., syukurlah tidak terjadi apa-apa. Langit-langit kamarku pun normal seperti biasa, lampu hias diatas tidak tertutup sesuatu yang menakutkan apapun. Tapi aku melihat ada benda hitam kecil di pojok kamarku. Benda yang mengepak-epakkan sayapnya. Itu! Itu kupu-kupu hitam yang kemarin. Aku mulai berpikir tidak karuan, jangan-jangan memang benar kupu-kupu itu bisa menghipnotis kami? Aku mencoba mendekatkan diri, ingin melihat lebih jelas kupu-kupu itu. Semakin lama aku menatapnya, aku merasa tenang dan terkesan dengan keindahannya. Corak sayapnya sangat bagus seperti membentuk sebuah pola ukiran yang menarik. Tapi setelah lama kelamaan aku menatapnya corak tersebut berubah sedikit demi sedikit membentuk pola yang baru. Aku tidak yakin tapi coraknya membentuk jelas sebuah wajah manusia. Lalu wajah itu seperti menatapku dan senyum menyeringai kearahku. Senyum itu mengerikan sekali sampai aku tidak bisa mengendalikan tubuhku bahkan pikiranku. Aku. Aku. Aku........


----------------------------------

"Emily bagaimana keadaanmu?. Sudah lebih baik". "Sebaiknya sekarang kau minum obat penenang yang diberikan Dr. Dree tadi. Tapi sebelumnya makan sup dulu ya. Nanti akan Ibu buatkan sebentar. Ayah akan menemanimu disini". "Ya jangan khawatir lagi. Ayah akan menemanimu". "................". "Emily? Emily? Kau mendengarkan ucapan Ibu nak?!". "Emily apa kau dengar kami?! Emily!!". "Emily....!! Emily....!!". "..........................".




Epilog

"Apabila kalian melihat kupu-kupu ini pastikan jangan memperhatikannya. Tapi kalau kalian ingin bergabung bersama 'Trio Cantik'. Cukup menatap kupu-kupu itu sampai..... HHAAAAA!!!!!!!!!!".

-----------------------------------

Friday 11 December 2015

My Own Goosebumps (vol. 3)

Jangan Matikan Lampu Kamarmu

Ingin tau kenapa aku tak mau lagi mematikan lampu kamarku sebelum tidur sampai sekarang? Apa?! Kau masih mematikan lampu kamarmu saat kau tidur?! Kalau aku jadi kau, akan kuhentikan kebiasaan itu.

Namaku Andrew Hamsten. Aku memang sudah terbiasa dari kecil tidur dengan lampu dimatikan. Alasannya tidur disaat lampu kamar menyala dapat merusak jaringan otakmu, itu yang kudengar dari penjelasan orang tuaku. Dan sekarang aku tidak pernah, tak akan pernah lagi mematikan lampu kamarku!. Sejak aku masih duduk dikelas 4 sekolah dasar dimana aku menemukan kejadian yang tak akan bisa kulupakan. Bahkan waktu aku bercerita sekarang, masih jelas dalam ingatanku betapa mengerikannya malam itu.

Gerimis membasahi Sandalas City malam ini. Aku bisa mendengar rintikannya diatas genting rumahku. Cuaca berubah menjadi dingin dan semakin membuat tidur lebih nyaman pada umumnya. Tapi aneh tidak seperti biasanya, malam ini aku malah tidak bisa tidur lelap. Mungkin karena tidur siangku yang lama sekali sebelumnya, sehingga tidurku malam ini pun tak nyeyak. Jam digital-ku menunjukan pukul 12 tepat dini hari saat itu, dimana aku mendengar sesuatu dijendela kamarku. Seperti ada yang mencakar pelan dengan kuku yang bunyinya berdecit walaupun samar-samar aku mendengarnya karena sedikit terhalang oleh bunyi gerimis. Aku memejamkan mataku dengan paksa dan mencoba tidak menghiraukan bunyi itu, tapi tidak bisa!!. Aku mulai merasa takut apalagi dengan kondisi kamarku yang gelap, hanya lampu jam digital-ku yang memancarkan sedikit sinar berwarna hijau. Lampu tidurku juga sedang rusak dan aku lupa minta belikan yang baru kepada Ayahku siang tadi. Ya, gara-gara tidur siangku yang lama dan pulas. Ingin sekali rasanya menyalakan lampu kamar, tapi saklar lampunya ada di dekat pojok kamar, jauh dari jangkauanku dan aku terlalu takut untuk meninggalkan tempat tidurku.

Akupun dengan reflek menarik selimutku sampai menutupi kepala, karena 'bunyi' itu semakin keras dan terdengar jelas. Tak berapa lama akhirnya aku mencoba memberanikan diri. Kusibakkan selimutku dan memutuskan untuk menyalakan lampu kamarku. Tapi bisa kau bayangkan apa yang kulihat setelah itu?!! Suatu hal yang seharusnya tidak mungkin bisa melihat 'sesuatu' dengan sangat jelas dikegelapan dengan mata normal kita bukan?? tapi aku melihat mereka!! Jelas sekali!!. Ada seorang nenek-nenek tua dengan rambut tergerai acak-acakan berwarna keabu-abuan yang duduk dipojok kasurku. Dipojok kamarku, tepat disamping lemari. Ada seorang wanita dengan rambut panjang hitam menutupi mukanya dengan memakai 'Long Dress' putih ala putri bangsawan dengan noda bercak-bercak darah. Disebelah kiriku ada seorang pria yang kepalanya tampak hampir putus jatuh dibahu kanannya dan dia membawa kapak yang sudah karatan ditenggerkan di bahu kirinya. Yang terakhir aku melihat anak kecil yang mungkin sebaya denganku saat itu. Dia berwajah putih pucat menilik dibalik jendela kamarku, mungkin dialah yang menciptakan bunyi cakaran tadi.
Mereka semua sama melihat kearahku dengan mata yang menyeramkan. Pupil mata mereka hanya setitik berwarna hitam dan mereka semua tersenyum menyeringai kearahku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku seketika itu juga terasa beku. Untuk menangispun aku tak bisa. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Lalu setiap dari mereka mendatangi dan berkumpul kearahku. Mereka mengucapkan sesuatu secara serempak "Selamat malam... Andrew". Lalu mereka tertawa melengking satu sama lain sembari tetap menatap tajam dan menyeringai kearahku dengan terus mendekat.

-------------------------------------------

Hari sudah pagi dan aku merasa suhu tubuhku mendadak naik drastis. Orang tuaku membuat surat ijin untuk tidak masuk kesekolah hari ini dan membawaku pergi berobat. Hampir dua minggu baru aku sembuh dan bisa sedikit mengatasi traumaku malam itu. Aku sudah membicarakannya kepada orang tuaku tentang kejadian di malam itu. Tapi seperti biasa, orang tua tidak akan mempercayai omongan bocah 8 tahun. Mereka menganggap itu cuma khayalanku dan sakitku dikarenakan aku kelelahan. Dr. Morgan pun memvonis aku kelelahan dan memang perlu istirahat total waktu itu. Aku memang tergolong aktif disekolah berbagai macam 'ekstra kulikuler' aku ikuti. Tapi aku yakin sakitku karena aku shok dengan kejadian malam itu!. Tapi sejak saat itu aku sudah membuat kesepakatan dengan orang tuaku untuk tidak mematikan lampu kamarku lagi ketika aku tidur. Aku tidak mau kejadian itu terulang lagi. Mungkin kemarin 'mereka' hanya sekedar 'Say, Hello' kepadaku. Tapi aku tidak yakin apa yang terjadi untuk selanjutnya jika aku mematikan lampu kamarku lagi.

-------------------------------------------

Beberapa waktu kemudian aku tidak menyangka ternyata aku sudah mulai bisa melupakan kejadian 'malam' itu. Aku jadi terpengaruh dengan perkataan orangtua ku, mungkin kemarin hanya imajinasiku, khayalanku!. Akhirnya aku mencoba mematikan lampu kamarku lagi sebelum pergi tidur, karena memang lebih nyenyak tidur dalam keadaan gelap. Lalu tak berapa lama aku mendengar bisikan dengan nada menyeramkan "Saatnya mati... Andrew!!".

-------------------------------------------

Itulah kenapa aku tidak mau mematikan lampu kamarku lagi saat aku pergi tidur. Bagaimana denganmu? Hmm, kau masih melakukannya? Masih?! Baiklah kalau begitu cukup 5 detik pejamkan kedua matamu lalu buka kembali dan kau akan melihat "Kami" :)

-END-

By: W